december post

Deeto, janai ka?

Beautiful Sleeping Chapter 02
5 comments gimme comment?

Tittle : Beautiful Sleeping
Author : deya
Genre : semi Angst
Rating : pg15
Cast : Arioka Daiki and others
Disclaimer : Saya cuma memiliki cerita dan OC nya XD

***

Chapter 02

.:The first game:.

Arioka Daiki menatap lekat. Mengamati lebih dekat, kedua matanya memicing, merasa familier dengan wajah seorang cewek yang tengah tak sadarkan diri di hadapannya. Ia menopangkan dagunya, mencoba mengingat dimana ia bertemu dengan cewek itu.

Merasa tak menemukan jawaban, Daiki menyerah untuk mengingat lebih. Maka ia beranjak dari duduknya, membuka lemari pakaiannya dan mengganti bajunya dengan kaos biasa. Membuka celana jeansnya dan menyeret keluar sebuah celana cream selutut dan langsung ia kenakan.

Daiki menuju kamar mandi, membasuh wajahnya yang penuh dengan peluh. Memperhatikan wajahnya di cermin.

Ia tercenung sesaat.

Entah apa yang ia pikirkan, sekelebat masa lalu yang sangat ingin ia lupakan muncul begitu saja.

Tatapannya mengejang.

Cairan merah itu membuatnya teringat.

Membuatnya mual.

Daiki menggeleng cepat.

Ia membasuh wajahnya lagi dan segera keluar dari kamar mandi.

Dan di sana—di atas tempat tidurnya—sepasang mata bening itu menyala seakan meminta penjelasan. Mengerjap dengan polos sambil menatap Daiki dengan ekspresi aneh.

“Kau sudah bangun?” Daiki bertanya acuh. Ia memilih untuk keluar dari kamarnya karena antara kamar dan ruang tamu tidak dipisahkan oleh pintu. Ia menuju dapur yang jaraknya tak jauh dari ruang tamu, membuat dua cangkir coklat panas.

Cewek itu bangkit dari tempat tidur, mengikuti langkah Daiki untuk ke ruang tamu. Ia berdiri mematung di sana. Menatap berkeliling, dan mendapati tempat yang sama sekali asing dalam ingatannya.

Daiki muncul dengan dua cangkir coklat panas. Asap mengepul dari kedua cangkir itu, menimbulkan aroma yang sedap.

Daiki meletakkan kedua cangkir itu berseberangan, lalu mengisyaratkan cewek itu untuk duduk di hadapannya.

Dengan langkah hati-hati cewek itu menurut, duduk dengan canggung. Mengikuti gerakan Daiki yang mulai menyentuh cangkirnya. Menyesap isinya perlahan.

Daiki kembali menatap lekat.

Cewek itu tersadar dengan tatapan Daiki yang mulai inten.

“A… Aku di mana?” Tanya cewek itu gugup, ia meremas ujung rok putih berendanya. Sesaat ia terdiam melihat baju yang ia kenakan, kaos putih yang terlihat kebesaran. Kedua matanya melebar, mengingat ia tak pernah memakai kaos seperti ini sebelumnya. “Dan… baju ini? Bisa kau jelaskan padaku?” Ada kekhawatiran yang terdengar dari nada bicaranya.

Daiki tersenyum, “Aku yang menggantinya”

Kedua mata bening itu makin melebar, “Kau? Nande?”

Cewek itu menunduk, perasaan luar biasa malu menjalar ke dalam ulu hatinya. Reflek, wajahnya memerah.

Daiki tertawa pelan, “Jadi kau mempersilahkan mataku untuk melihat lebih jauh?” Daiki melihat cewek itu mendongak cepat, ingin menyangkal tapi kembali terdiam. “Bajumu sobek” Lanjut Daiki santai.

Cewek itu bimbang. Antara ingin mengucapkan terima kasih atau maaf. Sungguh, ia sama sekali tak mengenal cowok ini, apapun bisa terjadi kan?

Maka ia memilih untuk diam.

“Apakah kita pernah bertemu?” Daiki memulai percakapan.

Cewek itu mendongak pelan, menatap Daiki penuh selidik. Mencoba menguak sedikit memori otaknya.

“Ah, kau yang melompat tembok tadi pagi, bukan?”

Kedua alis Daiki bertaut, tanda bingung. “Ah, sou ka! Jadi memang pernah bertemu ya?”
Ia mengangguk-angguk. Seakan baru mengingat kejadian yang sudah lama.

Cewek itu ikut mengangguk canggung.

“Jadi, siapa namamu?”

“Nanami” Cewek itu menjawab pelan. “Hasegawa Nanami desu”

Daiki mengangguk pelan, “Arioka Daiki desu”

Cewek yang bernama Hasegawa Nanami itu mengerjap pelan, “Arioka-kun?”

Ia pernah mendengar nama itu. Nama itu sangat terkenal di sekolah mereka, sesosok anak bernadalan yang doyan berkelahi. Suka melanggar peraturan sekolah, bahkan langganan keluar masuk ruang konseling. Tak jarang pula mendapat skorsing.

Nanami menelan ludah.

“Kau mengenalku?”

Nanami menggeleng pelan, wajahnya menunduk dalam. Ia meruntuki nasibnya yang sangat sial hari ini. Bertemu dengan anak bermasalah seperti Arioka Daiki.

Daiki tersenyum sarkastis. Mengetahui reputasinya di sekolah terdampar di urutan paling rendah.

“Aku nggak akan bertanya kenapa tadi pagi kau ada di belakang sekolah. Aku juga nggak akan bertanya kenapa tengah malam begini kau di jalanan sepi seperti itu” Jeda sebentar, “Aku membawamu ke rumahku karena kau pingsan. Menggantikan bajumu karena bajumu robek. Hanya itu.”

Nanami kembali menelan ludah.

“Aku nggak tahu kau ini cewek macam apa. Kenapa berkeliaran di tempat seperti itu sih?”
Nanami memiringkan wajahnya, ia bergerak gusar. Mendapati lawan bicaranya menemukan titik lemahnya.

“Aku… Hanya…” Nanami mendongak resah, “Hanya tidak bisa pulang ke rumah”

Kedua alis Daiki terangkat, bingung dengan penuturan Nanami. Ia berusaha mencari jawaban yang pasti dari sorot mata cewek itu.

Nihil.

Tapi ia juga tak mungkin bertanya lebih lanjut, mengingat mereka sama sekali bukan teman akrab atau apapun yang mengharuskan Nanami menceritakan masalahnya.

Daiki tersenyum simpul, “Jadi, mau tidur di mana kau malam ini, heh?”

Nanami menggeleng pelan, ia menghela napas panjang. Matanya mengambang, sama sekali tak fokus. Pikirannya entah tertuju pada apa dan siapa.

Melihat ekspresi itu Daiki angkat suara, “Kau bisa bermalam di sini” Dan beberapa kalimat itu cukup untuk membuat Nanami mendongak kaget, “Jika kau mau tentunya” Buru-buru Daiki menambahkan.

“Eh?” Nanami kembali canggung. Ia membetulkan posisi duduknya, melakukan apa saja untuk menyembunyikan perasaan gugupnya.

“Tentunya kau harus berhati-hati” Daiki mengingatkan dengan nada santai, ia mengambil cangkirnya, menyesapnya sedikit.

“Berhati-hati untuk apa?”

Daiki terseyum, senyum yang berbeda. Senyum yang lebih boyish.

“Aku ini cowok, kau tau? Dan aku juga nggak menjamin apapun tentang dirimu. Aku nggak menjamin kalau nanti aku naik ke tempat tidur mu”

Meledek.

Daiki terkekeh pelan mendapati cewek di hadapannya melengos kesal.

“Aku akan segera pergi”

Senyuman itu kembali tersungging, “Silahkan saja, mungkin masih banyak cowok di luar sana yang tertarik padamu”

Meskipun tak ada pilihan lain, Nanami tak berusaha mengiyakan perkataan Daiki untuk tetap tinggal dan tak juga menginjakkan kaki untuk pergi. Ia hanya terdiam.

Dan sayangnya, silent action seperti itu dianggap Daiki sebagai persetujuan—untuk tetap tinggal.


***


Drrrrrrtttttt…… drrrrrtttttt…..

Yabu Kouta meraba-raba tempat tidurnya. Mencari sumber getaran yang terletak di sepanjang tempat tidur. Masih dalam mata terpejam dan setengah sadar, ia menemukan keitainya di bawah bantal. Membuka flipnya tanpa melihat layarnya, menempelkan keitai itu ke telinga kanannya tanpa membuka mata sedikitpun.

“Moshi-moshi…” Sapanya lemah, kepalanya seperti berputar-putar. Pening luar biasa menjalar ke setiap sel otaknya, kerasnya alcohol yang diminumnya secara berlebih tadi mungkin pengaruhnya.

“…”

“Moshi-moshi? Siapa sih ini?” Yabu mulai tak sabar. Biasanya Hikaru yang iseng menelpon malam-malam. “Hikaru? Itu kau kan?”

“…”

DEG!

Jantung Yabu berdesir. Ragu, ia mulai membuka mata. Menatap layar keitainya. Dan di sanalah sumber masalahnya akhir-akhir ini.

Unknown number itu menghubunginya lagi.

Yabu kembali mendekatkan keitainya ke telianga kanannya. Sedikit menelan ludah.

“Jawab aku! Siapa kau?”

“…”

Aneh! Biasanya penelpon ini dengan segera menutup telponnya, kenapa malam ini berbeda? Yabu bertanya dalam hati. Perasaannya mendadak kalut. Ia tak bisa diam saja. Mungkin Daiki dan Hikaru mengatakan ini hanya ulah iseng salah satu cewek yang menyukainya. Tapi ini sudah keterlaluan. Stalker satu ini mengerikan.

“SIAPA KAU HAH?” Yabu mulai berterik kalap, sebersit ketakutan mulai menjalari otaknya. Ia bangkit dari tidurnya.

Yabu menyalakan lampu kamarnya. Dan kembali duduk di atas tempat tidur.

“Yabu kota…”

Terdengar suara dari seberang sana. Suara lelaki. Parau. Dan terdengar misterius.

Kenapa suara lelaki? Kenapa bukan suara anak perempuan?

Yabu menggeleng cepat, bisa saja orang ini menggunakan suara palsu.

“Siapa kau?” Yabu mulai ketakutan. Ia mengacak rambutnya yang kusut. Melirik jam digital di sebelah tempat tidurnya dengan perasaan was-was.

Pukul 3.00 dini hari.

Orang ini benar-benar sinting!

“Kau tak mengenalku, Kouta?”

Frustasi. Yabu mendelik kesal.

“Jangan sok akrab!”

Terdengar suara tawa di sana. Tawa mengejek yang membuat mental Yabu makin menciut.

“Kau sedang tidur ya? Apa aku mengganggumu?”

Yabu makin kalap. Ia berdiri, hendak membuka pintu kamarnya.

“Mau kemana, Kouta?”








Glek!

Lagi-lagi Yabu menelan ludah. Keringat mengucur di pelipisnya, menetes sampai membasahi tangannya.

Yabu urung membuka pintu. Tangan kirinya stuck di kenop pintu. Tubuhnya mengejang luar biasa. Matanya melebar, entah kenapa ia menahan napas.

Orang itu melihatnya sekarang.

Melihat segala aktivitas yang ia lakukan.

Kriminal.

Ini sudah keterlaluan!

Tapi, kemarahan itu tertutupi oleh perasaan lain. Perasaan takut yang luar biasa dalam, menancap tepat di ulu hati. Dan sanggup membuat Yabu Kouta terdiam sejenak.

“Lebih baik kau diam saja, Kouta. Jangan pergi kemanapun!” Suara bariton itu kembali terdengar, tanpa sadar Yabu masih menggenggam keitainya erat. “Karena akan datang kejutan menarik untukmu”

Yabu berbalik, mendapati jendela kamarnya terbuka.

Sejak kapan?

Yabu buru-buru berjalan menuju jendela. Ia harus menutupnya. Entah naluri apa yang menyuruhnya melakukan hal seperti itu. Ia hanya melakukan apa yang bisa ia lakukan.

“Aku mengetahui kejadian 5 tahun yang lalu, Kouta. Ingatkah kau?”

Apa? 5 tahun yang lalu? Kejadian apa?

“Arioka Daiki. Dialah penyebabnya. Kouta no tomodachi, deshou?”

Daiki? Ada apa dengan Daiki?

Yabu menatap keluar, pemandangan langit malam menyambutnya dingin. Yabu menatap ngeri. Ia menyentuh ujung jendela dan bersiap menutupnya. Dan saat itu—

“Jaa. Sayonara!”

“…”

DOR!

Satu tembakan entah berasal dari mana menancap tepat di dada Yabu. Sedikit menyentuh jantungnya. Yabu tersungkur tak berdaya. Keitainya terlempar ke lantai dan menimbulkan suara benda stainless beradu dengan lantai marmer. Yabu memegang dadanya, darah segar mengucur dengan deras.

Yabu meringis kesakitan, kepalanya mulai berputar. Rasa panas menggerogoti tubuhnya. Badannya serasa di bakar hidup-hidup. Ia mengerang keras.

Tidak!

Ia tak mau mati sekarang.

Tidak!

Ia belum mau mati!

Demi Tuhan ia belum mau mati sekarang!

Yabu menatap keitainya, ia menggapai-gapai pilu pada benda putih itu. Ia menyeret tubuhnya paksa, darah dengan cepat menyembunyikan warna asli lantai marmernya. Cairan merah kental itu menggenang di sekitar tubuhnya.

Yabu berhasil meraih keitainya, mendial nomor yang sangat dikenalnya.

“Da…i…ki…” Napasnya tersengal. Ia terbatuk. Rasa panas itu tak henti-hentinya menyebar ke seluruh tubuhnya. “Da…i…ki…” Yabu memejamkan matanya. Air matanya keluar begitu saja tanpa bisa ia cegah. “Ta…Ta…su…ke…te…” Kembali, ia tersengal. Ia kesulitan bernapas. Udara enggan masuk ke dalam tenggorokannya. “Li..ma…” Matanya mulai berkunang-kunang, kesadarannya diambang batas, “Ta…ta…hun” Pandangannya memudar, sebagian penglihatannya menghitam. Menyisakan secuil cahaya putih, “Ya…ng…la…la…lu…”

Klek!

Keitai putih itu terlepas dari genggamannya.







Gelap.

Ia tak lagi melihat apapun.

Gelap.

Ia tergolek tak berdaya digenangi oleh lautan darah.

Di sana.

Ia tertidur dengan indah—dengan warna merah.

Warna merah.

Warna kesukaan Yabu Kouta.


***

To be continued…

Label: , , ,



5 Komentar:

Blogger ftaasr mengatakan...

ampun dah si Daiki...
hahahaha ada aja caranya biar bikin si Nanami ttp tinggal ya~ XDDD

err--
SIAPA ITUUUU~!!
SIAPA ITU YANG BUNUH YABU, HAH?!
aduh ada apa sebenernya 5 tahun lalu?!?!?!?!?!
ckckckckck.
Yabu mati?
Yabu mati?

tidaaaaaaaaakkk!
*lebay!*

buruan lanjut! buruan lanjuuuttt!!!
PE.NA.SA.RA.NNNNN!!!

19 Agustus 2010 pukul 08.40  
Anonymous Anonim mengatakan...

tega lu

19 Agustus 2010 pukul 09.10  
Blogger lenny_da mengatakan...

de, lanjutaaannnnn manaaaaa?!

mau lanjutannyaaaaaa....>.<

*komen gak mutu*

21 Agustus 2010 pukul 12.29  
Blogger deya_daisuke mengatakan...

anonim ini sapa ya???

22 Agustus 2010 pukul 06.55  
Anonymous Anonim mengatakan...

deh! ini gue ==' ruri
sok g kenal lw (- 3-)
yg biasany cmnt pke anonim kn gw =='
lempar niii~
*siap2 nglempar sesuatu*

22 Agustus 2010 pukul 11.25  

Posting Komentar

home