december post

Deeto, janai ka?

Beautiful Sleeping Prologue
3 comments gimme comment?

Tittle : Beautiful Sleeping
Author : deya
Genre : semi Angst
Rating : pg15 mengingat bakal ada adegan gak wajar hohoo
Cast : Arioka Daiki
Disclaimer : Saya cuma memiliki cerita dan OC nya XD


***


Cuap-cuap dari saya, Genre sementara itu dulu deh, soalnya saya juga gak tau mau dibikin mati angst ato gak *ditendang ke jepang* dan gak tau juga siapa yg bakal mati *kembali ditendang*

Dan judulnya, saya ambil dari pelem GOTH scene dimana Kanata baca buku tentang orang2 mati gitu hahahaaa *mule sedeng*

Maap kalo agak2 aneh ato gak nyambung ato banyak yg ngebingungin.

Dou zo!


***


.:Prologue:.

Lelaki itu berjalan menyusuri lorong gang yang sempit. Sepatunya menginjak genangan air, menimbulkan bunyi gemericik ketika ia melangkah. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku jaket tebal berbentuk hoodie. Lelaki itu membetulkan letak kupluk jaketnya, sempurna menutupi kepalanya. Agak tergesa, ia memasuki sebuah bangunan.

Hingar bingar musik yang terdengar siap memekakkan telinganya. Semua orang tampak terhipnotis oleh kerasnya musik disko yang mendominasi. Gesekan disc yang dimainkan oleh sang DJ menambah semangat para dancer untuk menggerakkan tubuhnya. Bahkan tak jarang ada yang bergerak secara erotis di samping sang DJ yang asyik sendiri dengan tangannya. Sang DJ tersenyum puas. Mendapati musiknya diterima semua kalangan yang hadir. Bahkan sesekali ia menyentuh lekukan pinggang si dancer.

Semakin malam membuat sang DJ makin menggila, ia membetulkan headphonenya. Memakainya hanya sebelah kanan, sedangkan telinga sebelah kirinya bebas. Ia bersorak penuh semangat diikuti oleh para pengunjung club.

Sementara di sudut ruangan si lelaki tadi mengamati lekat. Entah mengamati suasana atau—ia tersenyum sinis. Mendapati targetnya di depan mata. Mendapati takdirnya ada di hadapannya. Sedang menikmati dunia. Sisa hidupnya mungkin.

Lelaki itu mengambil segelas bir di atas meja, meneguknya pelan sambil terus mengamati. Tak melepaskan pandangannya sedetikpun. Berbagai rencana berkecamuk di otaknya. Lagi-lagi ia tersenyum sinis, sambil menyender ke sofa coklat tua yang ia duduki. Matanya mulai menerawang jauh. Membayangkan kejadian seru yang akan mewarnai hidupnya mulai besok. Ia tersenyum kecil. Tiba-tiba ia merasa begitu senang. Mendapati orang itu akan jatuh ke dalam tangannya. Senyumnya makin lebar. Mungkin orang yang melihatnya akan mengira ia gila.

Persetan!

Ia tak peduli dengan pendapat orang.

Asalkan ia bisa mem—

Tidak! Terlalu cepat mengatakan hal sarkas sedini ini. Ia akan bermain lebih lama. Ya, lebih lama dan lebih menyenangkan.

“Yo!”

Lelaki itu menoleh, mendapati seseorang berdiri di hadapannya. Dengan tatapan datarnya, dengan balutan busana serba hitam.

Orang itu duduk dengan santai, mulai mengamati keadaan dan suasana malam. Tak dianya, tatapannya terfokus pada sesuatu.

“Dia?” Tanyanya pada si lelaki.

Si lelaki mengangguk, mengikuti arah pandang orang itu sambil tersenyum—lagi-lagi—sinis.

Orang itu mengamati makin lekat, melebarkan matanya untuk sekedar memastikan.

“Namanya?”

Si lelaki itu tersenyum lembut menatap si penanya, “Semangat sekali?”

Yang bertanya mendengus kesal, marah ditanya seperti itu.

Si lelaki terkekeh pelan, “Lihat dulu!”

Maka mereka berdua pun kembali mengamati. Menelusuri tiap inchi wajah seseorang yang sudah menjadi target mereka selama bertahun-tahun.

“DAIKI!!!!!!”

Mereka berdua menoleh spontan ke arah sumber suara, seorang bartender berteriak kencang sambil melambai-lambailkan tangan kanannya.

Sang DJ, yang ternyata bernama Daiki menoleh. Ikut melambaikan tangan ketika tahu siapa yang memanggilnya.

Bartender itu mengisyaratkan untuk berhenti main dan segera menghampirinya. Daiki mengangkat ibu jarinya, tanda setuju.

Ia berbisik pelan kepada rekan sesama DJnya, dan rekannya itu terlihat mengangguk sambil tersenyum. Daiki menepuk pundak rekannya lalu beranjak menemui si pemanggil.

“Nani?” Daiki bertanya cepat. Sambil mengambil segelas bir mahal yang tengah temannya bawa itu dan meneguknya dalam sekali tegukan.

Bartender itu mengamati penampilan Daiki yang tampak mempesona. Celana Jeans belel dan kaos putih membuat penampilannya makin terlihat kasual, dan ia suka sekali. Bartender itu menarik pundak Daiki dan membisikkan sesuatu. Bahkan aroma tubuh Daiki sanggup menghipnotis si bartender. Ia menyentuh pinggang Daiki dan membuat cowok imut itu mundur selangkah. Kedua alisnya bertaut.

“Jangan memegangku, Inoo!” Sembur Daiki kesal. “Cepat katakan ada apa?”

Bartender yang bernama Inoo hanya tersenyum miris, sedikit kecewa karena mendapat penolakan yang entah untuk keberapa kalinya itu.

“Ada kerjaan. Bos memanggilmu!” Ucapnya pelan. Sebenarnya ia enggan mengatakan hal itu. tapi apa boleh buat.

Kedua mata Daiki terbelalak. Ia menghela napas pelan.

“Lagi?” Ia mengeluarkan keitainya yang berwarna hitam, membuka flipnya dan melihat jam. “Sekarang jam 12 malam. Mau pulang jam berapa aku nanti!”

Inoo mendekat, “Bagaimana kalau kau tolak saja dan bermalam di rumahku?” Mata polosnya mengerjap pelan.

Daiki mendorong tubuh Inoo agar kembali menjauh, membuat cowok putih itu cemberut.

“Jaa! Aku pergi dulu!” Ucap Daiki sambil berlalu dari hadapan Inoo.







“Daiki ya?” Orang dengan busana serba hitam itu tampak berpikir.

Si lelaki kembali tersenyum, “Arioka Daiki. Ingat nama itu baik-baik”

Orang itu ikut tersenyum, “Such as a bad boy anyway”


***


KRIIIIIIIINNNNNNNNGGGGGGGG……..

Jam beker di kamar itu berdering tanpa ampun. Menggema di ruangan sebesar 3x3 meter dan membuat sebuah tangan menggapai-gapai jam bekernya. Mematikan kenop alarmnya dan melempar benda itu ke bawah tempat tidurnya.

Seorang cowok tengah tertidur pulas di atas kasur dengan posisi telungkup. Masih lengkap dengan celana jeans dan sepatunya. Dadanya polos.

Tiba-tiba terdengar sebuah lagu. Sayup-sayup, namun mampu membuat cowok itu berteriak gusar. Ia mengangkat wajahnya, dengan tampang luar biasa ngantuk. Ia meraih keitainya yang tersembunyi di balik saku celana jeansnya. Dengan susah payah ia mengambil benda persegi panjang itu. Membuka flipnya tanpa melihat layarnya terlebuh dahulu.

“DAIKI!”

Teriakan itu sukses membuat cowok yang bernama Daiki itu menjauhkan keitainya dengan cepat. Ia melihat layar keitainya dan mendengus kesal.

“Apa sih, Hikaru?” Tanyanya malas. Temannya ini hobi sekali berteriak-terika tak jelas. Selalu mengganggu tidurnya di pagi hari.

“Kau masih bertanya kenapa? Astaga jam berapa sekarang, hah?” Terdengar helaan napas di seberang sana.

Daiki merebahkan tubuhnya kembali ke kasur. Menutup matanya sambil mendengar celotehan Hikaru.

“Kau mendengarku nggak sih? Kau mau bolos lagi?”

Spontan Daiki bangun, mendapati kamarnya yang luar biasa berantakan membuat matanya agak berkunang-kunang.

Ia mengambil jam beker yang—seingatnya—ia buang ke bawah tempat tidur. Matanya melotot tajam ketika jam itu menunjukkan pukul 8 pagi.

“Gawat!” Ia berseru panik.

“Hey! Daiki! Cepat siap-siap! Dasar kau ini!” Daiki masih sempat mendengar omelan Hikaru ketika dengan cepat ia menutup layar keitainya.

Buru-buru ia menuju kamar mandi. Menggosok gigi seadanya. Mencuci mukanya yang keliahatan kusut. Lebih baik ia tak usah mandi. Tapi—


Semalam kan?

Daiki tercenung sesaat. Maka ia memutuskan untuk mandi.

***


A/N to chika…
*melirik chika was was*
Aduh darling maapkan aku membuat Daiki jadi kek gini
Sungguh bukan maksud hati =______=

Dan kenapa saya bikin Inoo kek gitu ye?
*jedotin pala ke tembok*

Label: , , , ,



3 Komentar:

Blogger lenny_da mengatakan...

tunggu!

INOO! inoo ceritanya "..." begitu yaa??? *ngebayangin inoo nyolek2 daiki muahahaha* xDDD

masih prolog, masih gak ketebak de ceritanya,
masih terngiang2 dvd jump pula~ makin gak mudeng saya~ hehee *alesan~*

lanjut aja ya~! :))

12 Agustus 2010 pukul 05.42  
Blogger deya_daisuke mengatakan...

inoo jantan kok kak~
cuma ya gitu, kelainan dia
hahaaa

iya ya gak ketebak...
hohoooo

12 Agustus 2010 pukul 20.48  
Blogger Unknown mengatakan...

wah, deya gila. harusnya jadi anak PB juga lo. ahaha. mantap de. cihuy! lanjut lagi dong...

22 Maret 2011 pukul 00.12  

Posting Komentar

home