Around a round
Tittle : Around a round
Author : Deya
Rating : PG-13
Genre : Someone can tell me? XD
Pairing : YoshinoXAikaXMahiro (bukan 3some please XD)
Disclaimer : Shirodaira Kyou-sensei and Saizaki Ren-sensei
Hello,
I’m here finally with this stuff. Haha, I should blame myself because
still stuck in this series. I can’t stand how this relationship ends.
Well, not really end but my OTP pairing AiYoshi just
adjasufidhfjsgdfshdfs /crying/
Okay, sorry for weird plot and annoying writing style. I’m sorry, really u_____u
credit to zerochan.net
*
“Kenapa harus dia?!”
Pertanyaan
yang mirip dengan bentakan itu meluncur dari cowok berambut pirang
dengan pierching di telinga kanannya. Matanya melotot, meminta jawaban
dari adiknya, Fuwa Aika yang malah dengan santai mengemut es krimnya.
“Mahiro..”
Aika membuka suara, tersenyum jahil sambil mengerling pada satu
eksistensi di sebelahnya—cowok berambut coklat yang tetap berwajah
datar—Yoshino Tokigawa. “Pertanyaan macam apa itu?” Tanyanya santai.
Fuwa Mahiro, berdiri dengan keadaan gelisah, mengacak rambutnya dan kembali menunjuk Yoshino dengan perasaan geram.
“Diantara banyak orang, kenapa harus Yoshino yang menjadi pacarmu?”
Yoshino hanya menunjukkan ekspresi ‘aku tidak seburuk yang kau kira, hei Mahiro!’. Namun ia memang tidak berniat menjadi bagian dari perdebatan kakak adik aneh ini.
Aika
mengerucutkan bibirnya, “Bukannya kau yang membuat semua laki-laki
menjauh dariku? Karena aku mempunyai kakak yang seram, mereka kabur.”
Ucapan Aika membuat kedua alis Mahiro menyatu, ia ingin protes ketika
Aika kembali memimpin percakapan. “Hanya Yoshino-san yang tetap bertahan
meskipun tahu Mahiro orang yang seperti itu.”
Yoshino menoleh
cepat, ia juga ingin protes dengan pernyataan Aika namun gadis licik itu
malah memberikan senyuman ‘manis’ sebagai jawabannya. Yoshino menghela
napas.
Mahiro hendak menyerang Aika dengan berbagai tudingan
sinis, namun ia tahu itu tidak akan berhasil. Gadis itu, entah apa yang
ia pikirkan. Sulit sekali ditebak dan isi kepalanya begitu misterius.
Mungkin saja Aika sedang merencanakan sesuatu yang lebih menyebalkan
dari ini.
Mahiro membanting tubuhnya ke sofa, ia menghela napas,
sejenak menutup matanya. Ia perlu ketenangan, setidaknya ia tidak ingin
terlihat seperti seorang kakak yang over protective terhadap adiknya.
Meskipun begitulah kenyataan yang selalu saja ia pungkiri.
“Yoshino…” Mahiro membuka matanya, menatap lurus ke arah Yoshino yang sedari tadi tidak mengeluarkan sepatah katapun.
Yoshino
mendongak, menanti kalimat apakah yang akan diucapkan Mahiro.
Sebetulnya ia malas menghadapi situasi seperti ini, namun ia lebih malas
lagi berhadapan dengan sifat seram Aika nantinya.
“Aku lapar, kau pergi ke konbini sana belikan sesuatu!” Mahiro berkata malas, sambil melipat kedua tangannya di dada.
“Eh?”
Yoshino ingin protes, setidaknya ia adalah orang yang menyebabkan
situasi ini terjadi. Ia merupakan tokoh penting dalam perdebatan Aika
dan Mahiro kali ini, Aika baru saja memberitahu kepada Mahiro bahwa ia
adalah kekasihnya. Kenapa tiba-tiba Mahiro mengusirnya pergi begitu
saja?
Yoshino menoleh ke arah Aika, mencoba meminta pertolongan
dari sikap egois Mahiro. Namun Aika hanya memandangnya lembut, tersenyum
seperti biasa. Seakan mengatakan ‘pergi saja’.
Yoshino kembali menghela napas. Sepertinya ia tidak bisa melawan Aika.
“Hai hai, aku akan pergi sekarang.”
Yoshino
melangkah keluar dengan malas. Ini benar-benar merepotkan, pikirnya
sebal. Bahkan sebelum dirinya lenyap di balik pintu, ia masih saja
menoleh ke belakang, berharap Aika akan berubah pikiran, namun yang
didapatinya masih senyuman lembut itu.
Yoshino menyerah. Ia memang harus pergi sebentar.
*
Mahiro
mencondongkan tubuhnya, bersiap menghujani Aika dengan berbagai
pertanyaan. Adiknya yang menyebalkan itu malah membuka bungkus es krim
yang kedua, dengan kipas kertas di tangan kirinya. Musim panas
memaksanya melakukan hal tersebut.
Lihat saja, Aika itu tidak
menarik. Tingkahnya saja menyebalkan, ketika dalam situasi seperti ini
bisa-bisanya ia menelan es krim sambil santai berkipas-kipas. Cara duduk
yang tidak enak dilihat, benar-benar gadis dengan kepribadian buruk. Ia
tak habis pikir kenapa bisa Aika menyukai Yoshino yang seperti itu.
“Yoshino memaksamu menjadi pacarnya kan?” Mahiro memulai introgasinya.
“Tidak”
“Dia mengejarmu duluan kan?”
“Tidak”
“Kau hanya bercanda kan?”
“Tidak”
Mahiro mengacak kembali rambutnya, “MOUUUUUUU!”
Aika mengerling, terkekeh geli dengan sikap frustasi Mahiro. Ia kembali mengemut es krimnya.
“Mahiro,
kau tahu kan kalau Yoshino-san bukan tipe orang yang suka memaksakan
kehendaknya?” Aika kembali tersenyum jahil, menunggu jawaban dari Mahiro
yang tiba-tiba mendongak kaget.
Rasanya ia tak perlu mendengar jawabannya yang pastinya Mahiro sendiri tahu apa jawabannya.
“Ne,
Mahiro.” Aika menyenderkan bahunya pada sofa berwana coklat muda itu,
masih mengemut es krimya yang ukurannya makin memendek. “Aku yang
memaksa Yoshino-san untuk menjadi pacarku. Dan kau pastinya tahu, ia
menolaknya dengan cepat.”
“HAAA?” Mahiro melebarkan matanya
selebar-lebarnya. Yoshino keparat itu menolak Aika? Ia harus membuat
perhitungan dengan si rambut coklat itu nanti.
Aika kembali
terkekeh, “Itu benar. Ia menolakku dengan cepat. Ia mengatakan kalau
menghadapiku akan terasa berat. Karena, kau tahu, dia bilang sifatku
jelek, merepotkan melebihi dirimu.”
Kedua mata Mahiro menyipit. Apa-apaan ini? Ada apa dengan hubungan aneh Aika dan Yoshino? Bagaimana ia bisa menerima kenyataan aneh yang baru saja dijelaskan oleh Aika? Tunggu, Aika memaksa Yoshino menjadi pacarnya? Yoshino tidak menyukai sifat jelek Aika? Mungkinkah…
“Berarti,
Yoshino tidak menyukaimu? Begitu kan?”. Merasa mendapatkan kesempatan,
Mahiro terus saja menanyakan hal-hal yang sebenarnya ia sedikit tahu
jawabannya. Namun apa salahnya bertanya.
Aika menggeleng pelan, “Yoshino-san sangat menyukaiku.”
Mahiro menghela napas berat, “Yappa, aku tidak mengerti. Aku benar-benar tidak mengerti.”
Aika
menghabiskan es krimya, meletakkan stik nya di meja. Mengangkat kedua
kakinya dan bersila di atas sofa. Masih terus mengipasi lehernya yang
terasa panas. Bahkan beberapa batang es krim itu tak cukup membuatnya
merasa sejuk.
“Mahiro, kau harus tahu. Hanya aku yang pantas
berada di sisi Yoshino-san. Aku hanya yakin, berapa kalipun ia pergi,
seberapa kali itu juga ia akan kembali padaku. Aku lah yang pantas
berada di sisinya, begitu juga sebaliknya.” Aika berkata santai,
“Yoshino-san tidak bisa bersama dengan gadis manis biasa, itu tidak
cocok. Ia memerlukan gadis sepertiku, diatas segala sifat jelek yang
kumiliki, ia membutuhkannya. Ia akan merasa kosong jika gadis itu bukan
diriku.”
Mahiro membeku. Adiknya, Aika yang selama ini di
sampingnya terasa begitu jauh dari pandangannya. Ia tidak menyadari
keadaan sepenting itu. Sepenting hubungan Aika dan Yoshino.
“Begitu
juga sebaliknya, aku akan merasa kosong jika bukan Yoshino-san.” Aika
melanjutkan, dengan senyum yang tidak bisa Mahiro artikan. Seakan apapun
yang Mahiro katakan, itu akan berbalik sendiri padanya. Ia harusnya
tahu, ia harusnya tak perlu menyuruh Yoshino pergi tadi, ia harusnya
sudah tahu dari awal. Ini tidak bisa dihentikan begitu saja.
“Dakara…nakayoku shitte ne?”
Mahiro membuang wajahnya mendengar kalimat manis Aika barusan.
“Dan
lagi…” Aika mulai membuka bungkus es krim yang entah sudah keberapa
kalinya ia telan, “Aku juga yakin hanya Yoshino-san yang mau berteman
denganmu. Kalian sangat cocok, sifat kalian saling melengkapi. Mahiro
membutuhkan orang seperti Yoshino-san yang cuek dan datar. Sedangkan
Yoshino-san bisa menghadapi sifatmu yang sangat galak itu. Kalian
benar-benar ditakdirkan untuk bersama. Semua kejadian ini pasti ada
alasannya bukan?”.
Mahiro berdecak kesal, “Jangan berkata seolah-olah aku dan Yoshino itu pasangan!”
Aika menggeleng cepat, “Yoshino-san itu milikku. Kau tidak bisa merebutnya!”
“Kimo!”
Lalu
Aika hanya tertawa, dan kembali mengemut es krimnya. Kakaknya cukup
pintar untuk memahami sesuatu, ia tidak perlu mengatakannya dengan
jelas. Ya, kakaknya memang pintar.
“Yoshino-san lama sekali, aku lapar” ucapan itu terdengar seperti keluhan.
Mahiro tersenyum sinis, “Mungkin dia takut untuk kembali”
Aika mengerling, tersenyum lagi dan lagi. “Itu tidak akan pernah terjadi. Sekalipun aku tidak ada disini”.
Mahiro
terdiam sebentar, ia cukup pusing harus mencerna kata-kata Aika yang
sulit dimengerti. Belakangan gadis itu makin aneh saja dan suka
mengatakan kalimat-kalimat dari buku kesukaannya, Tempest. Entahlah.
“Apa sih!” Mahiro kembali membuang muka.
END
*
what? ini sih jatohnya MahiroXAika ya, Yoshi nya cuma sekelebat ;_____; Tadinya mau bikin Yoshi balik dulu tapi keburu ilang moodnya *diinjek* yowes kapan2 AiYoshi doang XD
Auk jelek bet, gapapa jelek dulu sekalian nyembuhin webe ;_____;
*terjun sama Mahiro* BYE!Label: deya, one shot, zetsuen no tempest
|
|
0 Komentar:
Posting Komentar