december post

Deeto, janai ka?

Beatiful sleeping chapter 08
10 comments gimme comment?

Tittle : Beautiful Sleeping

Author : deya

Genre : Angst

Rating : Pg15

Cast : Arioka Daiki and others

Disclaimer : Saya cuma memiliki cerita dan OC nya XD

***

Chapter 08

.:The Truth:.


“Hikaru?”. Daiki bertanya tenang lewat keitainya. “Dimana kau?”. Tak ada tanda-tanda kepanikan seperti sebelumnya. Wajahnya datar. Bukan berarti ia sama sekali tidak memikirkan bagaimana keadaan Inoo. Hanya saja, ia sudah terlalu lelah untuk berekspresi. Mungkin otot wajahnya sendiri yang menolak untuk membentuk guratan-guratan ekspresi. Ah, siapa yang tahu masalah sepele seperti itu.

“Di sekolah. Kenapa? Kau tak datang, Daiki?” Terdengar suara agak berat di sana. Sepertinya Hikaru masih mengantuk. “Hey, kau tidak datang?”. Sedikit lebih berbisik. Mungkin Sensei sudah berada di kelas.

“Tidak”. Jawab Daiki singkat. Tidak akan datang lagi! Tambahnya dalam hati. Lama ia tercenung, memikirkan banyak hal tentunya. Bagaimana kehidupan sekolahnya setelah ini. Bagaimana ayahnya nanti. Bagaimana keadaan teman-temannya.

“—Daiki? Ada apa?”. Hikaru bertanya menyelidik. Ia menangkap ada nada yang aneh ketika Daiki mengeluarkan suara. Bahkan hembusan napasnya terdengar begitu berat. Ia bukannya baru mengenal Daiki kemarin malam, sudah bertahun-tahun ia mengenal sosok pendek itu. Hal sekecil apapun ia sangat tahu, dan jelas tidak aneh jika ia dapat mengetahui keadaan Daiki hanya lewat hembusan napasnya.

Daiki menggeleng pelan, meskipun ia tahu hikaru tak dapat melihatnya. Ia hanya sedang menguatkan dirinya sendiri. Berbicara seminimal mungkin kerena tenggorokannya mulai sakit. Bukti ia menahan tangis.

“Aku janji, Hikaru…”. Tenggorokannya makin sakit. Matanya sudah mulai panas. Kata-katanya berhenti begitu saja, mencoba mengatur napas. Perlahan, Daiki menghembuskan napas pelan.

“Janji apa?”

Sekali lagi, Daiki menarik napas.

“Takaki…”. Tidak! Buliran itu mengalir tanpa bisa ia cegah. Bagaimana ia baiknya berkata pada Hikaru? Bagaimana caranya membuat Hikaru tetap tenang? Putar otakmu Daiki!

Hikaru mulai tak sabar, “Takaki? Kenapa Takaki?”

Daiki menelan ludah. Percuma ia berlagak tenang. Toh pada akhirnya dirinya sendiri yang akan membuat Hikaru khawatir.

“ADA APA DAIKI????”. Terdengar nada membentak di sana. Daiki sangat paham mengapa Hikaru berteriak begitu.

Daiki menghirup napas, untuk kesekian kalinya. “Takaki, akan… jadi orang terakhir. Aku janji, Hikaru!”

“Apa maksudmu? Daiki, katakan dengan jelas! Daiki!”

Sebelum ia sempat mendengar umpatan Hikaru, Daiki sudah menutup flip keitainya. Ia tak akan sanggup lagi berbicara dengan temannya itu. Karena sedetik kemudian, ia sudah roboh. Kedua tangannya terkulai lemas di atas lantai. Matanya menerawang ke atas, menatap langit-langit kamarnya.

“Jemput mayat temanmu. Di sana, kita akan bertemu”

“Jangan sentuh Inoo! Kumohon! Aku akan datang”

“Tergantung keadaan, Arioka Daiki. Jaa!”

TUUUUT…. TUUUUUUT….

Pada akhirnya, dirinya sendirilah yang harus melawan. Tidak! Sejak awal, memang dirinya sendiri yang harusnya melawan.

Daiki tertunduk lemas.

Bukan melawan. Tapi—

Menyerahkan diri.


***

“Takaki?”. Ragu, Inoo mendesiskan nama itu. Matanya menyipit, berusaha melihat lebih jelas. Akan terlihat jelas jika saja tak ada luka lebam di area matanya. Sial! Inoo mengumpat dalam hati.

Orang itu tertawa pelan.

“Apa aku mirip Takaki?”

Kedua mata Inoo melebar dengan sendirinya. Bukan, itu bukan suara Takaki. Suara itu berubah menjadi suara—Yabu?.

Bukan Takaki. Apakah Yabu? Tidak mungkin! Ia melihat dengan jelas mayat Yabu ketika di masukkan ke dalam peti. Lalu, siapakah orang ini?!

Orang itu berjalan makin mendekat. Sedekat itulah, sampai akhirnya Inoo dapat melihat dengan jelas tubuhnya. Ia mengenali postur tubuh ini. Sangat mengenali, sampai rasanya ia ingin mati saat itu juga.

Hebat! Hanya menampakkan tubuhnya saja, Inoo sudah mulai berkeringat dingin. Ia tak pernah menyangka, sama sekali tak pernah menyangka. Ia menunduk dalam. Matanya terpejam dengan sendirinya.

“Kenapa?”. Inoo bertanya lirih, matanya mulai panas. Tenggorokannya sakit luar biasa. Menghambat laju pernapasannya dengan sempurna.

“Sudah mengenaliku, Inoo Kei?”. Tertawa meledek, “Masa kau tertipu dengan alat kacangan seperti ini?”.

Inoo mendongak. Memperhatikan orang itu membuang alat pengubah suaranya, menginjaknya dengan satu kaki. Kali ini ia yakin, suara ini bukan lagi tiruan. Bukan Takaki ataupun Yabu. Tapi—

“Hikaru?”

Ujung bibir itu mencuat, ia tersenyum sinis.


***

Nanami baru saja akan berbelok ke sudut gang ketika melihat Daiki berjalan dengan langkah cepat di ujung jalan. Bahkan ketika Nanami memanggil namanya , cowok itu tak juga mau menoleh. Penasaran, Nanami mengikuti Daiki dari jauh. Dalam hati, ia ingin tahu kemana Daiki pergi. Dan lagi, ia merasa tingkah Daiki makin aneh semalam. Meskipun dalam pengaruh alkohol tapi tetap saja ia merasa ada sesuatu yang salah.

Ia tak melihat Daiki di sekolah, itu sudah jelas. Tapi cowok itu tak juga mengangkat telponnya. Sepele memang, tapi entah kenapa perasaannya tak enak.

Awalnya Nanami mengira cowok itu akan naik kereta atau bis, ternyata tidak. Daiki memilih jalur yang sepi. Memasuki gang-gang kecil dan lama-lama tempo berjalannya makin melambat.

Nanami mulai was-was, ia takut Daiki sadar ia ikuti dari arah stasiun tadi. Ia mulai mengambil jarak yang cukup jauh dengan Daiki, selama arah pandangnya masih bisa melihat Daiki, itu sudah cukup.

Di depan sebuah bangunan tua dan tampak rapuh, Daiki berhenti. Ia menunduk dalam. Lama sekali, kemudian ia mengeluarkan keitai dari saku celana jeansnya.

Dan tepat saat itulah keitai Nanami bergetar.

“Mosh—“

“Nanami!”. Daiki menyela. Ia menghela napas berat.

Sungguh, pasti ada sesuatu yang salah. Kenapa Daaiki menghela napas berat seperti itu? Untuk apa ia datang ke tempat sepi seperti ini? Apa hanya untuk bertemu—pelanggan?

Nanami diam, ia tak tahu bagaimana caranya bertanya. Ia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri. Sibuk memikirkan orang yang tengah berdiri beberapa meter di hadapannya.

“Aku—“. Kembali suara helaan napas, “Aku minta maaf. Semalam itu—“

“Tidak apa-apa!” Nanami berkata tegas, “Aku tak keberatan.”

Sungguh, kalau hanya karena itu Daiki bertingkah aneh begini, itu sangat konyol.

“Nanami, aku…” Daiki kembali diam, “Jaa, nanti kutelpon lagi”

KLIK

Dan saat itu juga Daiki menutup keitainya.

Meninggalkan Nanami yang terdiam mematung. Menatap nanar saat Daiki memasuki bangunan aneh itu. Ia bertekad untuk ikut masuk, namun langkahnya terhenti saat sebuah tangan menahan lengannya.

Ia menoleh cepat, mendapati seorang anak laki-laki tengah menatapnya dengan tatapan aneh. Ia mengenal wajah anak ini. Ia tak pernah melupakan wajah-wajah orang yang pernah ia temui.

“Hasegawa Nanami-san?”

Kedua mata Nanami menyipit.

“Belum saatnya kau ke sana!” Sebentuk senyuman menghiasi bibir mungil itu, “Deshou?”

Eh?

“Biarkan Onii-chan yang menyelesaikannya. Mengerti?”

Menyelesaikan—apa?


***

BRUAAAKKKKKKKKK!!!!

Tubuh Inoo terpelanting ke lantai dengan keras. Meskipun ikatan di kaki dan tangannya terlepas, ia tetap saja tak sanggup untuk melawan. Darah segar terus saja mengalir dari pinggangnya. Luka itu tidak lebar, hanya saja sudah dibiarkan terbuka sejak malam. Tentu saja lama-kelamaan tubuh milik Inoo Kei itu akan segera tumbang dengan sendirinya.

Hikaru—dalang dari segala permainan ini—meringis senang. Tak ada pancaran persahabatan di pantulan mata beningnya. Tak ada candaan seperti biasa. Hanya ada kilatan dendam, yang tentu saja Inoo tak tahu apa sebabnya.

Hikaru menginjak perut Inoo dengan sepatunya sekolahnya yang berat. Memutar sepatunya hingga Inoo merasa perutnya dipelintir keras. Ia mengerang kesakitan, tapi sudah dapat ditebak. Tak ada belas kasihan dari wajah jenaka temannya itu. Teman? Inoo tertawa miris dalam hati. Sejak kapan Hikaru merencanakan semua ini? Begitu hebat temannya yang satu ini, berpura-pura bersedih saat Yabu dan Takaki meninggal. Bajingan tengik ini sungguh menyebalkan!

Hikaru berjongkok tepat di sebelah tubuh Inoo. Ia memegang sebatang besi yang cukup panjang. Diameternya mungkin sekitar 2 cm. Entahlah, Inoo tak begitu yakin dengan ukurannya. Ia hanya memikirkan bagaimana hidupnya akan berakhir. Di tangan Hikaru? Sungguh lucu!

“Hey, Inoo-chan… Buka matamu!”. Suara itu terdengar manis, sangat manis sampai Inoo membuka kedua matanya, kilatan kebencian itu terlihat jelas di kedua mata Hikaru.

“Ayo bermain sebentar. Jangan cepat mati seperti yang lainnya” Sebentuk tawa menyakitkan terukir di bibir Hikaru. Ia menancapkan ujung besi itu tepat pada luka tusukan di pinggang Inoo, mendorong besi itu dengan cepat.

“AAAAAAAAHHHHHHHHH!” Inoo menjerit tertahan saat besi itu menancap di pinggangnya. Sensasi dingin sekaligus perih bersarang di sana. Membuat tubuh Inoo menggeliat pelan. Sungguh menyakitkan.

“Wow, reaksimu berlebihan sekali Inoo-chan. Bagaimana kalau ini!”. Hikaru memutar besi yang masih menancap di tubuh Inoo dengan cepat. Mengoyak tubuh temannya itu dengan raut wajah puas. Sambil terus menekan besi itu sampai membuat Inoo mengeluarkan peluh.

“AAAAARRRRRRRGGGGHHHHHHHH! HENTIKAN! HIKARU, HENTIKAAAAAAAAN!” Inoo tak dapat menahan rasa sakit yang lebih besar lagi. Ia mengeluarkan sisa suaranya yang masih bisa ia keluarkan. Lebih baik Hikaru menembus jantungnya langsung daripada menyiksanya seperti ini.

Dengan jelas, Hikaru dapat melihat darah yang mengalir makin deras. Rupanya perlakuannya tadi cukup membuka luka Inoo menjadi lebih lebar.

Inoo ngos-ngosan. Badannya lemas, ia tak sanggup lagi untuk melawan. Meskipun dari awal ia sama sekali tak punya upaya untuk melawan.

Belum selesai sampai di situ, Hikaru mengeluarkan pisau lipat dari kantong celananya. Ia tersenyum senang saat Inoo melebarkan kedua bola matanya ketika melihat pisau itu mengacung tepat di depan matanya.

Hikaru mengelus pipi kanan Inoo dengan pisau itu. Inoo menutup mata saat sensasi dingin menyentuh kulit putihnya.

“Buka matamu! Kenapa? Apa kau takut?”. Kembali suara tawa, yang jelas-jelas terdengar menyakitkan di telingga Inoo.

Inoo membuka matanya, menantang mata bening Hikaru. Meski sayu, namun ia berusaha menatap mata elang milik sahabatnya itu. Berusaha meyadarkan dirinya sendiri, bahwa Hikaru yang ada di hadapannya kini bukan Hikaru yang semalam minum dengan dengannya.

“Dou…Doushite?” Tersengal, “Kenapa Hikaru?”

Hikaru tersenyum sinis, menelusuri wajah Inoo dengan mata pisaunya. Dari dulu ia ingin sekali melukai kulit mulus ini. Ingin sekali.

“Perlukah aku menjelaskannya padamu?”. Mata pisau itu menyapu bibir, “Kurasa tidak perlu, aku akan menunggu Daiki saja. Saat itu, kau boleh mendengarkan. Tentunya…” Senyuman sinis itu begitu menusuk. Menikam langsung ke ulu hati.

“—jika kau masih hidup”.

Saat itu juga ujung pisau Hikaru menembus kulit pipi Inoo sebelah kiri. Inoo memekik tertahan, merasakan darah yang mengalir dari sana. Menimbulkan rasa perih, meskipun bukan luka besar.

Masih juga tak merasa puas, Hikaru bangkit dan menyeret tubuh Inoo sampai mencapai tembok yang terdekat. Hikaru mengangkat tubuh Inoo dengan sebelah tangannya. Upayanya untuk meringankan tubuh Inoo dengan mengeluarkan darahnya ternyata cukup ampuh.

Hikaru menjambak rambut belakang temannya, mengayunkan kepala itu pelan ke arah badan tembok. Menimbulkan suara debaman dan membuat Inoo kembali berteriak kencang. Kepalanya mungkin akan hancur. Itu sudah pasti.

Hantaman itu tidak lagi pelan, temponya makin lama makin cepat. Sampai berapa kalipun Inoo mengaduh, tetap saja Hikaru tak menghiraukannya. Ia malah terlihat sangat menikmati.

Setelah tak ada perlawanan lewat mulut Inoo, Hikaru menghentikan aksinya. Melempar tubuh Inoo seperti melempar barang. Mendekati tubuh lemah itu, sambil terus tersenyum melihat darah yang keluar dari pelipis Inoo.

Inoo tak sanggup lagi menahan rasa sakitnya. Kepalanya terasa ringan, ia sudah tak merasakan sakit di pinggangnya. Mungkin, inilah saatnya. Ketika sang dewa maut sudah siap mencabut nyawanya. Mungkin begini rasanya ingin mati.

Matanya sedikit terbuka, tak bisa begitu lebar mengingat luka-luka yang bersarang di wajahnya. Ia melihat wajah itu, seperti bermimpi ketika ia melihat Hikaru seperti termenung. Menatapnya tanpa ekspresi. Kedua mata itu kembali terpejam. Ah, mungkin itu hanya halusinasinya saja.

Ia kembali membuka matanya. Terasa lebih berat. Sangat berat.

Sekarang kah? Tunggu, Kami-Sama! Mou… Mousukoshi dake…

Mungkin halusinasi itu adalah halusinasi terindah, saat Inoo melihat sepasang mata bening itu mulai berair. Tak ada suara isakan. Sudah jelas dirinya hanya berkhayal, kan?

Matanya makin meredup. Napasnya bahkan tinggal satu-satu.

Tepat saat hembusan napasnya yang terakhir, saat matanya benar-benar akan tertutup, bahkan ia masih sempat berhalusinasi, ada setetes air yang jatuh tepat di kulit pipinya.


***

Tebeceh~

Saya berharap satu dua chapter lagi selesai!

Label: , , , , ,



10 Komentar:

Anonymous Ra_Bgtz mengatakan...

J-JA-JAHAAAAAAAT~~

ichiban saya semua itu~~TTATT

aaa,,, kenapa Hikaru? kenapa??=A=
aaa,,, Inoo disiksa~~~ aaaa~~~=A=
itu Hikaru nangis kah??
itu yg ketemu Nanami, Chinen-kah??
aaa,,, sebenarnya Daiki-Hikka kenapa??

pokoknya lanjut cepet!!*sodok2 Deya*

P.S. gomen heboh

12 Februari 2011 pukul 17.51  
Blogger ruucchi mengatakan...

Douushiiiteeeeee???? NEEEE!!!! DOUSHITEEEEE???
*kaji daiki m.o*
XDDDDD
aaakhhh piling gw meleset! sblm gw mulai baca chapter sebelum ny, gw dah menduga padahal, pelakunya salah stu dr yang dah mati. meleset ternyata xDDDD
AHAHAHHAHAHHA SAYA SENAAANGGGGG inooo d siksa x3

eh! katanya nanami ny m d bikin hamil dl~
kaga jadi mang?
daiki dr awal udh bejat... bejatin aja sxan xDDD
*tengok kiri kanan, kali aja da chika*

12 Februari 2011 pukul 23.10  
Blogger chikaです♪ mengatakan...

sampai sini tebakan gw bener~
ahahahahahahahahahhaha XDDD
dari semenjak lw bilang hikka lw taro paling akhir..
itu ketauan bgt :D

bentar.. bentar...
kapan deh deya pernah bilang nanami mw dibikin hamil??
/lempar2 bantal ke deya

13 Februari 2011 pukul 00.22  
Anonymous chiitaro.no.oneechan mengatakan...

save aja ya de, baca di rumah nyehhehe :p

13 Februari 2011 pukul 04.09  
Blogger deya_daisuke mengatakan...

ra: etoooo, siapa yang jahat? gw? hikka?
ahahahahaa~ *stres*
iya itu yg nemuin nanami si chinen..
hikka nangis? well, saya gak mau jawab ah *ditimpuk pake kue*
sankyuuuuu udah baca+komen...

ruu-nee: beuh, lo udah nebak kan? gw sih oke2 aja kalo lo bisa nebak. ohohoho~
nanami hamil? lah, siapa yang bilang? gw yak? eh, gak sadar beneran =="

chika: hikka yg jahat? ahahaahahahaa~ *ketawa ngakak*
liet aja ya ntar, siapa tau tebakan lo salah, tapi siapa tau bener juga...XDD
tenang non, tenang... belum dipastikan si nanami hamil atau gak *smirk*

kak lenny: oke2 ditungguuuuuu~ XDD

13 Februari 2011 pukul 20.49  
Blogger ruucchi mengatakan...

BAAAAHHHHHHH!!!!! Lw bedua kaga inget??? *terutama yg ngmng niih =3=*
LENNNNNYYYYYY!!!!! lw denger kaga???
waktu pd ngerusuh d kamr gtw
saksinya idup ny lenny *itu jg kl dia denger*
saksi lainnya kamar gw
begini kronologis ceritanya:
waktu it pan lg ngmngin masalah cacat ny fif litle bride
yg inoo pake baju itu
dea: *intinya lw ngmngin masalh nanami yg m lw hamilin*
chika: *gebuk dea pake bantal* udah mau mati juga

BEGIIITUUUUU!!!~ lah kl g salah inget :p
masih g inget jg??
entah kenapa tu kata2 nyangkut bgt d otak gw xDDDD

15 Februari 2011 pukul 19.36  
Blogger deya_daisuke mengatakan...

heh? itu kata2 ambigu amat..
gw ngehamilin nanami?
*ngakak*

ahh, lupa tuh lupaaaaa.....

20 Februari 2011 pukul 05.28  
Anonymous lenny mengatakan...

adoh gw belom komen ya de belom yaaa?? ahhaaa
gw suka kok. ahaha suka deh ama chap yang ini *psyhco kumat*
INOOO DISIKSA INI MANTAB!
tar daiki juga ye~ nyahhaa yang sadis de nitip *dibakar chika*
nah tu! bener kata ruri, kayaknya gw inget lo emang pengen hamilin nanami, *alesan lupa deh* *dibunuh dea* XDD
lanjut yaa lanjuuuttttt >,<

PS: yey chinen muncul lagi *nyengir* :D

21 Februari 2011 pukul 20.36  
Blogger deya_daisuke mengatakan...

kak lenny: wah gw nyiksa daiki gak ya?
bisa di kemplang chika gw kak. huahahaaa

emang gw mau ngehamilin nanami ya? *agak inget agak lupa*
tenang2, dari awal gw udah punya rencana tentang si nanami ini XDD

sankyuuuuuu udan komen sama baca XDD

22 Februari 2011 pukul 19.19  
Blogger minkyachan mengatakan...

bahhhhhhhh...
ini deya yang pshyco bukan hikanya mahhhh...
demenannya deya ini~ x_____________x

14 Juni 2011 pukul 03.28  

Posting Komentar

home