december post

Deeto, janai ka?

Beautiful Sleeping chapter 1
2 comments gimme comment?

Tittle : Beautiful Sleeping
Author : deya
Genre : semi Angst
Rating : pg15
Cast : Arioka Daiki and others
Disclaimer : Saya cuma memiliki cerita dan OC nya XD


***

Chapter 01

.:Devil and Angel:.

Seorang cewek berambut sebahu menghela napas pelan. Diam-diam ia berjalan ke belakang sekolah, sambil mengatur napasnya yang memburu. Ia merapikan roknya. Menata kembali rambutnya yang kusut. Ia bersandar pada tembok, kemudian merosot secara perlahan.

Ia terduduk lemas.

Matanya menerawang ke langit, berusaha menghibur diri dengan cerahnya warna biru yang dilukis oleh Kami-Sama. Sedikit. Ia tersenyum.

Memori otaknya kembali berputar ke belakang. Beberapa menit yang lalu, sebelum ia terengah-engah berlari ke belakang sekolah. Cewek itu menggengam kerah kemejanya kencang, seakan takut akan di buka paksa. Semakin kencang dan malah membuatnya kesulitan bernapas.

Tatapannya kosong.

Ia menangis dalam diam.

Kembali mengacak rambutnya.

Menutup wajahnya.

BUUUKKKKK!

Reflek, cewek itu menoleh kaget. Berusaha mencari sumber suara.

Dan saat itu juga ia melihat eksistensi lain. Seorang cowok yang tengah menaiki pagar sekolah yang cukup tinggi.

Cewek itu berdiri, menghapus air matanya cepat.

Cowok itu meloncati pagar dengan sempurna, sesekali ia menoleh ke kanan dan ke kiri. Dengan cepat cowok itu menyambar tasnya yang terjatuh di tanah.

Cewek itu menebak bunyi tadi berasal dari tas yang di lempar dari atas.

Cowok itu berjalan santai, dan langkahnya berhenti ketika ia menyadari ada seseorang yang melihat aksinya.

Agak kaget karena mendapati ada orang di tempat sesepi ini.

Si cewek menatap agak takut, Karena penampilan cowok itu jauh dari kesan baik-baik. Reflek, ia mundur selangkah dan mendapati tubuhnya sudah merapat ke tembok.

Cowok itu menyapu poninya, sedikit khawatir.
“Kau…” Cewek itu menelan ludah, entah kenapa suaranya keluar begitu saja. “Kau… Terlambat?”

Cowok itu mengangguk pelan, berusaha cuek dan tak ambil pusing dengan pertanyaan cewek imut di depannya ini.

“A… Aku… Aku nggak akan bilang siapa-siapa” Kata cewek itu gugup. Ia tak mau bermasalah dengan anak berandalan seperti itu. Oke, terlalu cepat mengatakan cowok itu berandalan. Tapi wajah seriusnya sedikit menyeramkan. Seragam sekolahnya tidak rapi. Bahkan cowok itu mengecat rambutnya menjadi kecoklatan. Jelas-jelas mengecat rambut itu melanggar peraturan sekolah. Dan yang berani menlanggarnya tentu saja hanya anak-anak yang ‘bermental’ berbeda. Mungkin, cowok ini salah satunya.

Cowok itu tersenyum samar, bahkan senyumannya sama sekali tak menimbulkan kesan ramah. Membuat yang ditatap kembali menelan ludah.

“Bilang juga nggak apa-apa” Cowok itu menanggapi dengan santai, lalu ia kembali berjalan mendekat. Berdiri tepat dihadapan cewek itu. mengamati lekat. Dan membuat cewek itu sedikit kesulitan bernapas.

Cowok itu tesenyum, lebih merapatkan tubuhnya.

“A… Ada apa?” Cewek itu bertanya takut. Cowok itu memandangnya inten. Membuatnya membayangkan hal yang aneh-aneh. Ia takut cowok ini—

Tanpa cewek itu sadari –dan dalam gerakan yang cepat— kedua tangan cowok itu mengancingkan kancing kemejanya yang terbuka beberapa bagian. Menyisakan satu kancing teratas yang terbuka.

Lagi-lagi cowok itu tersenyum, “Kau habis ngapain sih sama pacarmu? Kok lupa mengancingkan baju?”

Cewek itu malu luar biasa. Mendapati ternyata kancing kemejanya terbuka dan memperlihatkan apa yang ada di dalamnya. Mendapati cowok yang sama sekali tak dikenalnya mengancingkan kemejanya sambil berkata hal yang—

Ugh!

Cewek itu melengos kesal sekaligus malu. Ia menatap ke arah lain. Tak berani menantang mata sang elang.

Cowok itu menepuk pundaknya dan tersenyum—lagi?

Kemudian tanpa dikomando, cowok itu berjalan menjauh. Meninggalkan si cewek dengan perasaan campur aduk.

Ia menatap punggung itu menjauh, sampai tak terlihat lagi oleh matanya. Dan ia kembali menggenggam ujung kemejanya. Berusaha memendam segala hal yang berkecamuk di dalam otaknya.

Dan ia, kembali menangis.

***

Arioka Daiki menggeser pintu belakang kelasnya dengan malas. Semua mata memandangnya, mungkin heran dengan tingkah cowok pemalas yang satu ini. Daiki tak peduli, ia memilih untuk duduk di paling belakang, dekat dengan jendela. Dimana itu adalah bangkunya yang memang kosong.

Teman sebelahnya menepuk pundak Daiki pelan, “Kau melewatkan pelajaran pertama Daiki!”

Daiki mendongak, mendapati Hikaru di sana. Dengan wajahnya yang— entah apa maksud dari ekspresinya itu.

“Un” Daiki mengangguk malas.

Hikaru menarik kursinya dan menaruhnya tepat di samping meja Daiki. Ia duduk di sana. Menatap Daiki menyelidik dan menemukan jawabannya ketika ia melihat mata Daiki yang sayu.

“Kau pulang jam berapa semalam, hah?”

Daiki menggaruk kepalanya yang tak gatal, “Jam 4 pagi” Jawabnya datar.

“Wow!” Hikaru bersorak, “Hebat sekali kau bisa menyeret tubuhmu ke sekolah”

Daiki mendelik kesal, “Aku sangat berterima kasih karena kau membangunkanku, Hikaru!”

Hikaru memperlihatkan cengirannya, dua gigi gingsulnya menyeruak keluar. Ia kembali menepuk pundak Daiki sambil tertawa.

“Oh ya, aku akan ke tempat kerja mu nanti malam”

Daiki menoleh cepat, “Siapa lagi sekarang?”

Daiki menggeleng heran, temannya yang satu ini suka sekali gonta-ganti pasangan. Apa sih yang cewek-cewek liat darinya? Tampang? Sepertinya tidak.

“Shit! Kau pikir tiap aku ke sana pasti membawa pacar?” Hikaru mendengus kesal.

“Memang” Daiki menyahut santai.

Hikaru cemberut, “Aku akan mengajak Yabu. Dia sedang pusing, jadi butuh hiburan”

Yabu? Tumben sekali anak itu mau ke club. Yabu adalah salah satu dari teman Daiki yang mengetahui dimana Daiki bekerja. Dia bukan tipe orang yang suka ke club, tapi bukan juga tipe orang baik-baik.

“Sou ka. Ku tunggu kalian nanti” Daiki malas membahas apapun dengan Hikaru, maka ia bersiap menelungkupkan wajahnya ke meja.

Tak lama, ia pun tertidur.


***


Daiki—sang DJ malam itu—memainkan tangannya dengan lincah. Bergerak dengan leluasa dengan peralatan DJnya. Menggoyangkan tubuhnya seirama dengan dentuman musik yang beralun. Sebelah tangannya melayang ke udara, mengikuti beat dari tiap gesekan yang ia mainkan. Kepalanya berayun ke kanan dan ke kiri secara teratur. Tak ayal keringat mulai mengucur di pelipis dahinya.

Semua bersorak, malam ini lebih meriah dari malam biasanya. Di akhir minggu seperti ini, biasanya memang suasana club lebih padat.

Daiki melayangkan pandangannya, mencari sosok teman-temannya—yang seperti kata Hikaru tadi pagi—akan datang. Matanya mencari jeli tiap inchi ruangan yang memang luas itu. Kemudian matanya tertumpu pada 2 orang cowok yang tengah duduk di sudut ruangan, mereka tampak ikut menikmati alunan musik yang terdengar.

Daiki melambai ke arah teman-temannya, ia tersenyum lebar. Lambaian itu di sambut oleh Hikaru dan Yabu.

Selama kurang lebih setengah jam Daiki tetap berkutat dengan alat-alat DJnya. Bagaimanapun itulah pekerjaannya, ia tak mau di singgung oleh bos mengenai hal itu. Meskipun ia ingin segera menghampiri teman-temannya.

Daiki menghempaskan tubuhnya di sofa, tepat di samping Hikaru. Kepalanya bersandar di bahu sofa dengan nyaman. Keringatnya bercucuran tiada henti, membuatnya beberapa kali membasuhnya dengan tangan.

“Hebat sekali malam ini, Daiki!” Hikaru berdecak kagum. Ia menyodorkan segelas besar bir, dan diterima Daiki dengan cengiran luar biasa imut. Sedetik kemudian ia meneguknya setengah, lalu mengelap bibirnya yang basah dengan tangan.

“Kerja bagus Daiki!” Yabu menimpali sambil meneguk birnya.

Daiki tersenyum simpul. Mengamati kedua temannya yang sangat menikmati suasana club. Tak jarang Hikaru bersiul menggoda para dancer, lirikan matanya liar, seliar insting lelakinya. Yabu terlihat lebih kalem. Ia hanya minum dan sesekali menimpali celotehan Hikaru.

Aneh sebenarnya. Mendapati 3 anak SMA duduk dengan santai di club malam seperti ini. Sangat aneh mendapati seorang Arioka Daiki berkerja sebagai seorang DJ hingga pagi menjelang. Tentu saja semua ini karena pengaruh salah satu dari orang tua mereka. Yabu Kouta, ayahnya adalah pemilik resmi club dan berkat sedikit bantuan dari anaknya, Daiki dengan mudah bekerja tanpa diketahui pihak sekolah. Belum lagi, seorang Inoo Kei yang bekerja sebagai bartender di sini adalah cucu dari sekolah swasta tempat mereka belajar. Jangan mengira Inoo Kei sebagai berandalan atau sebagainya, buktinya ia menjadi anak manis di rumah. Nilainya sempurna, wajahnya kalem luar biasa. Siapa sangka ia malah mengikuti jejak Daiki dan bekerja di club yang sama. Bicara soal Hikaru, ia hanya cowok kaya biasa yang kebetulan pula diadopsi oleh sepasang suami istri yang kelewat memanjakannya. Harusnya masih ada satu orang lagi, dia adalah Takaki Yuya. Ia bukan anak orang kaya, sama halnya dengan Daiki yang hanya tinggal di apartemen sederhana. Takaki Yuya bekerja paruh waktu di sebuah host club karena pesonanya yang amat kuat. Membuatnya jarang berkumpul dengan teman-temannya yang lain. Dan memang Daiki dan Hikaru yang paling sering bersama, mengingat mereka satu sekolah, bahkan satu kelas.

Hikaru mulai melancarkan aksi rayuan mautnya kepada salah seorang dancer, ia pamit pada Daiki dan Yabu untuk pergi sebentar, yang hanya ditanggapi oleh keduanya dengan anggukan kecil.

Mata Daiki menatap Yabu inten, ia tampak berpikir. “Tumben kau ke sini, Yabu?”

Yabu menoleh, mengangkat kedua bahunya pelan. “Yah, cuma sedang suntuk” Kelihatan sekali ia malas membahas perihal ia ikut ke club malam ini.

“Kau kenapa sih?”

Yabu menoleh canggung, mendapati dirinya sudah tak bisa lagi mengelak ataupun berdalih.

Yabu menatap kosong, “Entah perasaanku saja atau… Tapi akhir-akhir ini aku sering sekali mendapat telpon gelap”

“Eh?” Daiki mulai tertarik, ia bangun dari sikap malasnya. Menatap Yabu penuh tanya.

“Aku sering mendapat telpon, ketika kuangkat tak ada jawaban, lalu mati begitu saja” Yabu mengeluh kesal.

“Sejak kapan kejadian itu mulai terjadi?”

“Semingguan yang lalu. Sering sekali dan aku mulai jengah!”

“Nomornya?”

Yabu menatap pilu, “Unknown number. Bahkan keberadaannya tak bisa dilacak lewat GPS”

“Mungkin hanya salah satu cewek yang naksir padamu saja” Daiki bersaha menetralkan suasana. Karena ia melihat wajah Yabu yang mulai menegang.

“Hikaru juga mengatakan begitu”

Daiki hanya diam. Merasa tak perlu lagi membahas masalah ini.


***

Kedua manik itu mengerjap was-was pada segerombolan lelaki yang tengah menatapnya liar. Ia menelan ludahnya, entah sudah berapa kali. Jantungnya berdebar luar biasa, kakinya beku seketika. Ketakutan menjalar ke dalam otaknya tanpa ampun. Menyisakan ketidakberdayaan yang makin membuatnya kalut. Keringatnya menetes tanpa bisa ia hapus. Bibirnya kering, suaranya tercekat di tenggorokan tanpa sedikitpun mampu ia keluarkan.

Cewek itu mundur selangkah. Tubuhnya mengejang ketika ujung sepatunya menyentuk sesuatu. Sudah dapat dipastikan ada seseorang di belakangnya. Tentu saja teman-teman dari segerombolan lelaki itu.

Kedua mata itu kembali menatap sekeliling. Ia lemas seketika.

Gang sempit.

Gelap.

Sangat mendukung.

Ia memejamkan matanya, berusaha pasrah karena tak sanggup untuk melarikan diri.

Cukup kejadian tadi pagi membuatnya menangis seharian, sekarang akan terjadi lagi. Diam diam ia mengumpat kesal, Kami-Sama terlalu ‘baik’ padanya.

Salah seorang dari gerombolan itu membelai pipinya. Cewek itu menatap ngeri. Bahkan ia sampai lupa untuk bernapas. Air matanya turun tanpa bisa ia cegah. Sekujur tubuhnya tak bisa ia gerakkan.

“Kau manis sekali, sih!” Salah satu lelaki tersenyum hentai. Ia mulai menyentuh bagian leher. Dua orang lainnya mengunci kedua tangan cewek itu dengan sempurna.

Kembali. Cewek itu sulit bernapas, saat sebuah tangan membekap mulutnya. Tubuhnya dibanting merapat ke tembok.

Beberapa orang lainnya mulai merenggut paksa jaketnya. Merobeknya tanpa ampun. Si tokoh lelaki utama membuka paksa kemejanya tanpa melepas kancingnya.

Cewek itu menjerit tertahan saat pinggangnya disentuh. Suaranya hanya terdengar samar terbawa angin. Ia kembali tersengal.

Kejadian selanjutnya membuatnya lemas seketika saat lehernya mulai diciumi.

Pasrah. Ia hanya bisa menangis.

Menolak pun hanya akan membunuh dirinya sendiri. Memberontak hanya akan membuat kawanan serigala ini makin puas.

Diam.

Itulah tindakan yang ia pilih.

“Wow! Pertunjukan yang menarik!”

Satu suara membuat segalanya berhenti. Segerombolan lelaki itu terdiam dalam amarah. Merasa acara mereka diganggu.

Cewek itu melihat samar, seorang cowok yang tidak terlalu tinggi berjalan mendekat. Kedua tangannya masuk ke dalam sebuah jaket kulit berwarna hitam.

Dalam temaran sinar bulan, cowok itu tersenyum sinis.

“Bisa kalian minggir? Kalian menghalangi jalanku!” Ia berkata santai.

“BRENGSEK!” Salah satu dari gerombolan itu melangkah maju, melayangkan satu kepalan dan di elak dengan mudah oleh cowok itu.

“Hey! Kenapa aku dipukul?” Ia bertanya –masih—dengan suara santai.

“URUSAI! MINGGIR KAU!”

Kembali satu kepalan di layangkan, dan cowok itu lagi-lagi berhasil mengelak.

Entah kenapa ia tersenyum senang, dan detik kemudian malah menendang si pemukul. Membuat si pemukul tersungkur ke tanah.

“Ayo maju! Kalian suka sekali sih dengan cewek itu, sampai diam saja melihat teman kalian kuhabisi” Tantangnya meledek.

Dan senyuman itu makin lebar, saat sisa dari gerombolan itu bergerak maju.

Kedua mata polos cewek itu kembali menelan ludah.


***

Huaa, Daiki keren keren keren…

*tabur bunga*

Label: , , ,



2 Komentar:

Blogger ftaasr mengatakan...

oh yeah!
GW PENASARAN, SIAPA SIH 'COWOK' itu dan'CEWEK' itu!
LOL XDD

Hebat ya kebo, bisa aja tidur jam 4 pagi bangun pagi ke sekolah! LOL
YIHA BEST NGUMPUL!
lanjut buruan!

16 Agustus 2010 pukul 08.56  
Blogger deya_daisuke mengatakan...

Hue,fietha ngomen~
lha,kaga ketebak ape ye. Cowoknya mah daiki. Ceweknya ntar saya kasi tau di chap 2..Hehe

iye,best ngumpul bwd mati bersama kok. Ahahaha
siip, sbr ya lanjutan'y..
Sankyuu uda bc

16 Agustus 2010 pukul 09.03  

Posting Komentar

home