december post

Deeto, janai ka?

Double Y
3 comments gimme comment?

Tittle : Double Y
Author : deya
Cast : Yabu Kouta, Yamamoto Yuuri, Inoo Kei
Genre :Romance
Rating : Pg 15
Disclaimer : Just have the OC and the story XDD

Errrrrrr~ Saya diserang 2 manusia aneh yang minta sekuel nya Y (why), padahal gw bikin itu uda asik banget *soalnya pendek jadi gak pusing*
Hmm, semoga ini lumayan panjang ya~
Udah ah ngebacotnya, saya mulai… XDD
***

Yabu memandang pacarnya cemberut. Bagaimana bisa ia tenang-tenang saja melihat situasi yang menyebalkan seperti ini.

Pacarnya—Yamamoto, tengah asyik duduk berduaan dengan cowok lain di perpustakaan sekolah. Yeah, duduk bersebelahan sambil mengobrol akrab.

Ingin sekali Yabu melahap cowok sialan itu bulat-bulat. Apalagi ketika cowok itu mencoba mencari kesempatan dengan membisikkan sesuatu ke telinga Yamamoto.

UGH!

Yabu memalingkan wajahnya. Berlama-lama di perpustakaan membuat kepalanya makin berasap. Ia melangkah keluar dari ruangan membosankan itu, menuju kelasnya yang sama-sama membosankan. Saat-saat istirahat seperti ini biasanya ia habiskan bersama Yamamoto. Entah itu ke atap sekolah, ke kantin, atau kemana saja lah, asal mereka bisa berduaan. Dan hal itu tak pernah terjadi lagi ketika cowok sialan itu mulai masuk dalam kehidupan mereka.

Yabu menelungkupkan kepalanya dalam. Menopang kepalanya dengan kedua tangan, memposisikan tubuhnya untuk tiduran di kursi belajarnya di kelas.

Shit! Ia mengumpat dalam hati. Seperti inikah rasanya cemburu? Menyebalkan sekali! Pikirnya.

Memori otaknya kembali tepat seminggu yang lalu…

“Hah? Apa maksudmu Ya-chan?” Tanya Yabu gusar. Ia memperhatikan wajah pacarnya lekat-lekat, berusaha meminta penjelasan.

“Bukankah aku sudah mengatakannya dengan jelas?” Yamamoto menjawab malas.

Yabu memutar kedua bahu Yamamoto, menghadapkan tubuh cewek itu kehadapannya. Menatap tajam langsung ke dalam mata coklatnya.

“Aku dengar dengan jelas. Tapi aku sama sekali tak mengerti apa maksud ucapanmu tadi!” Sebersit emosi mulai mengiringi pertanyaannya—atau bisa dibilang menyudutkan.

Yamamoto menantang mata cowok kurus di depannya dengan berani. Ia bingung, kenapa sih Yabu musti marah begitu.

“Kenapa sih nada bicaramu jadi begitu tinggi?”

“A…” Yabu hendak membalas pertanyaan Yamamoto, tapi ia urungkan. Mengingat wajah cewek di depannya ini sudah merah padam. Mungkin saking kesalnya disudutkan seperti ini.

Yabu melepas cengkeraman di bahu Yamamoto, mencoba mencairkan suasana. Benar. Ini kan bukan hal yang rumit. Bukan juga hal yang besar. Kenapa sikapnya jadi arogan begini sih.

“Gomen…” Yabu mengeluarkan suara lembut, di belainya pipi Yamamoto pelan, “Habis, aku sedikit…hmmm… gimana ya?”

Yamamoto melirik Yabu simpati, hatinya mendadak luluh di belai dan di tatap seperti itu. Ia tersenyum kecil mendapati wajah Yabu yang serba salah.

“Wakatta! Kau… cemburu ya?” Tebak Yamamoto. Ia tersemyum playful. Memperlihatkan deretan giginya yang rapi.

Yabu menggembungkan pipinya, “Kau puas?” Tiba-tiba ia merasa kesal diperlakukan seperti itu.

“Sedikit” Di sela tawanya Yamamoto masih mencoba menggoda Yabu.

“Kau harus membayarnya sekarang juga! Siapa suruh berduaan dengan cowok lain!”

Yamamoto memandang ke sekelilingnya. Mendapati hanya mereka berdua yang berada di dalam ruang kesehatan.

“Di… sini?” Yamamoto bertanya tak yakin.

Yabu mengangguk mantap. Tatapannya berubah, tersenyum penuh kemenangan—atau mari kita sebut sebagai tatapan liar.

Yamamoto tersenyum, “Oke. Kau mau di sebelah sini…” Ia menunjuk bibirnya yang menggoda, “Atau… sebelah sini?” Telunjuknya beralih turun ke lehernya.

Kedua mata Yabu menyipit, “Wow! I love the way you say about dirty things, babe”

Yamamoto memiringkan wajahnya, “Apaan sih yang dirty?” Ia tersenyum menggoda. “Jadi?”

Yabu makin gemas dengan pacarnya yang satu ini, “Both of them. Dou?”

Yamamoto tersenyum penuh arti, “Onegaishimasu…”


Arrrrrgggghhhhhhhhh~

Yabu mengacak-acak rambutnya sendiri ketika mengingat kejadian seminggu yang lalu. Dan kenapa sih bagian ‘itu’nya saja yang ia ingat? Lama-lama ia tak heran kenapa Yamamoto sering mengatainya ‘ero ouji’.

Oke, lupakan hal itu. Seminggu yang lalu Yamamoto memberitahunya bahwa temannya dari Hokkaido akan pindah ke sekolah mereka. Dan perlu kau ketahui, temannya ini berjenis kelamin laki-laki. Dan perlu kau ketahui lagi, mereka adalah teman dalam dunia maya. Dimana Yamamoto mengenalnya lewat dunia internet. Dan sepertinya mereka cukup akrab.

Well, itu masalah yang pertama. Masalah intinya adalah, Yamamoto akan selalu menemani temannya itu kemanapun ia pergi. Katanya sih dia tidak mudah bergaul, dan dulu pernah mengalami tindakan bullying oleh teman-temannya. Dan pada dasarnya Yamamoto itu mudah sekali kasihan pada orang—dan tidak untuk pacarnya sendiri—langsung bersedia menolong temannya itu.

Awalnya mereka sering bertiga. Terbayang kan? Betapa menyebalkannya saat ingin berduaan dengan pacar, dan tiba-tiba muncul makhluk lain yang mengganggu. Lama-lama Yabu jengah melakukan rutinitas yang selalu bertiga itu, maka dengan agak tegas ia mengatakan pada Yamamoto kalau ia berhenti melakukan pacaran kucing-kucingan bertiga. Dan dengan egonya yang tinggi, Yabu meninggalkan Yamamoto dan cowok baru itu tentunya, sambil melengos kesal.

Dan inilah dirinya. Seharian terlunta-lunta tak jelas karena tak bisa mengobrol dengan pacarnya sendiri. Bahkan Yamamoto tak berusaha mengajaknya berinteraksi. Apa-apaan sih cewek itu? Mereka kan sudah pacaran selama hampir 3 tahun, kenapa sikapnya berubah begitu sih? Cuek! Cewek itu terlalu cuek dan lebih mementingkan teman dunia mayanya!

Totally stupid girl!

***


Yamamoto setengah berlari menyusuri koridor kelas. Sesekali ia menoleh ke kanan, kiri, samping, atau belakang, siapa tahu Yabu tengah berdiri di sana. Dengan senyum jenakanya. Dengan tatapannya yang nakal. Tapi—nihil.

Setengah hatinya sedikt cemas, mendapati Yabu tak ada di kelas ketika jam istirahat sudah habis. Dan pelajaran berikutnya sudah berjalan, tapi Yabu tak kunjung kembali. Berkali-kali pula tadi dirinya menoleh ke sebelah bangkunya. Tapi tak juga mendapati bangku itu segera terisi si empunya.

Kemana sih anak itu?

Yamamoto memegang keningnya, ia izin kepada senseinya untuk ke kamar mandi. Tentunya bukan benar-benar ke kamar mandi, ia berniat mencari dimana pacarnya berada. Sesekali ia mendengus kesal, di atap sekolah pun ia tak ada. Di kantin juga tak ada. Mungkinkah—

Kini Yamamoto benar-benar berlari menuju runag kesehatan. Berharap tebakannya tepat.
Dan memang, di sanalah Yabu. Terbaring di tempat tidur dengan mata terpejam. Jujur saja, Yamamoto sangat mengakui wajah Yabu yang begitu tampan jika sedang tertidur.

Wajah usilnya berubah menjadi wajah anak kecil yang polos.

Dan tiba-tiba kedua mata itu terbuka. Mungkin mendengar suara pintu dibuka dengan kasar tadi.

Kedua mata Yabu tak bisa mengelak dari mata Yamamoto. Sungguh, padahal ia sedang sangat tidak mood untuk bertemu Yamamoto.

“Hey! Kenapa sih kau bolos?” Yamamoto bertanya menyelidik. Ia perhatikan wajah Yabu yang datar, seolah tidak mengharapkan kehadirannya.

“Sejak kapan kau peduli?” Yabu balik bertanya, dengan wajah datarnya. Tak menimbulkan ekspresi apapun, tapi justru itulah pointnya. Yamamoto tahu benar sikap Yabu kalau sedang kesal.

“Tentu aku peduli. Kenapa kau berpikir aku tak peduli, Yabu Kouta?”

Yabu melengos, ia memilih untuk diam.

Yamamoto menunggu. Dan ia mulai kesal juga mendapati tingkah Yabu yang memilih untuk diam.

“Apa sih masalahmu? Kenapa kau hanya diam?” Geram. Yamamoto menampakkan emosinya.

Yabu menoleh, tersenyum sinis. Ia heran dengan cara kerja otak Yamamoto. Kenapa lamban sekali sih? Apa perlu ia menjelaskan dari awal sampai akhir?

“Kau!” Yabu menjawab singkat.

“Oh ya? Dan kenapa dengan ku?” Yamamoto bertanya tak sabar. Ia merasa sebal disalahkan dalam situasi seperti ini. Ia manantang mata elang itu, dan yang ditatap malah memalingkan wajah seperti itu. Yamamoto beralih ke hadapan Yabu. Memegang kedua pundak kurus itu. menatap lekat-lekat, berusaha mencari apa gerangan yang membuat cowok itu sentimental seperti ini.

Yabu mau tak mau menatap Yamamoto. Ia jengah. Ia lelah harus terus menjelaskan sedangkan Yamamoto sendiri tak tanggap.

“Kau… selalu sibuk dengan teman barumu…” Yabu berkata pelan. Ia malas beradu mulut dengan cewek satu ini.

Yamamoto melepas cengkramannya. Ia bengong sebentar. Tak percaya bahwa Yabu akan seposesif ini.

“Kau cemburu?”

Yabu menoleh, tersenyum miris. “Perlu aku mengatakannya?”

Yamamoto hendak menjawab, tapi Yabu mendahuluinya, “Apakah aneh, jika aku, PACARMU sendiri merasa cemburu?”

“Tapi Inoo kan hanya temanku. Kau tahu itu kan? Ayolah, kenapa kau bersikap seperti anak kecil begitu sih?”

Yabu berdiri. Mendapati emosinya sudah hampir tumpah saking kesalnya. Ia hanya menatap Yamamoto miris. Tak mengerti dengan jalan pikirannya.

“Kau urusi saja teman baikmu itu!” Yabu mengambil langkah, meninggalkan Yamamoto sendirian. Meninggalkannya dengan tatapan yang sama kesalnya.

***


Yamamoto bingung bagaimana caranya membuat Yabu mengerti kalau dirinya tak ada hubungan apapun dengan Inoo. Kekanakan sekali! Dimana sih otak Yabu yang dulu begitu ia banggakan? Kenapa menjadi tumpul seperti itu?

“Ohayou!” Inoo menyapa ramah—seperti biasanya.

Yamamoto tersenyum, “Ohayou, Inoo”

Inoo duduk di bangkunya. Tepat di depan meja Yamamoto, dan bangku Yabu lagi-lagi terletak di sebelah bangkunya.

Yamamoto mendengus kesal. Yabu lagi. Kan? Anak itu membuat kinerja otaknya jadi kacau.

“Nande?” Inoo menoleh ke belakang.

Yamamoto mendongak kaget, mendapati sepasang mata hitam itu menatapnya menyelidik.

“Apa?” Tanya Yamamoto bingung.

Inoo tersenyum kecil, “Kenapa pagi-pagi sudah menghela napas?”

Ah!

Yamamoto tersenyum kikuk. Begitu tegaskah helaan napasnya tadi?

Yamamoto menggeleng pelan, “Iye, nandemonai. Cuma—“

“Bertengkar dengan Yabu ya?”

Uhuk! Tepat sasaran.

Yamamoto memiringkan wajahnya, bingung sekaligus ragu.

“Ada yang bisa kubantu?” Inoo menawarkan pertolongan. Sayang sekali harus Yamamoto tolak mentah-mentah. Bagaimana ia bisa membiarkan seorang Inoo Kei membantunya?

Sedangkan inti dari masalahnya adalah coeok itu sendiri.

No no! yamamoto tak akan ambil resiko dan malah membuat hubungannya dengan Yabu semakin rumit.

“Ah, arigatou. Demo, bukan masalah besar kok!” Sebisa mungkin Yamamoto tersenyum.

Dan saat itu pula Yabu datang, duduk di samping Yamamoto dengan wajah sedikit pucat.

Matanya sayu, terlihat seperti tidak sehat. Apa mungkin ia sakit?

“Yabu, ohayou!” Inoo menyapa Yabu.

Ah, kenapa Inoo harus menyapanya sih? Runtuk Yamamoto dalam hati. Diliriknya Yabu pelan, cowok itu bertampang datar.

“Hmm…”

Hanya itu jawabannya.

“Nee, Yabu. Bagaimana kalau kita pergi ke kafe yang baru buka di ujung jalan?” inoo kembali mengoceh.

Spontan—Yamamoto kembali menatap Yabu was-was. Ngeri cowok itu kalap.

“Kita?” Yabu bertanya, masih dengan tatapan datarnya.

Inoo tersenyum semangat, “Ya. Kau, aku dan Yamamoto. Seperti biasa”

Yabu menangkap kata-kata ‘seperti biasa’nya Inoo. Ia tersenyum miris menanggapinya.

Dan sama sekali tak berusaha memandang ke arah pacarnya sendiri.

“Kau saja yang pergi. Aku nggak minat”

Yamamoto menunduk dalam. Bukan karena kata-kata Yabu yang menusuk. Melainkan karena Yabu sama sekali tak memandangnya—sedetikpun tidak. Ia merasa matanya panas. Dan ia juga merasa tak akan sanggup menahan air matanya untuk tidak jatuh.

Dan benar saja. Detik itu pula air matanya jatuh, menetes dengan indah mengenai punggung telapak tangannya.

Masih sangat pagi,Yabu! Dan kenapa kau membuatku menangis sepagi ini?

Yabu melirik Yamamoto yang tertunduk dalam. Tak ada suara. Dan ia sedikit yakin kalau cewek itu tengah menangis. Haruskah ia membelai rambutnya? Haruskah ia mengatakan bahwa ia sudah tak marah? Bahwa ia sesungguhnya tersiksa dengan keadaan yang seperti ini?

Yabu hendak berdiri untuk menepuk punggung Yamamoto, hanya berbeda sepersekian detik ketika ia menyadari ada tangan lain yang menarik tangan cewek di sebelahnya ini untuk keluar dari kelas.

Yabu tersontak kaget melihat Yamamoto berdiri—masih menunduk—sambil ditarik oleh Inoo.

Dan dalam beberapa detik saja mereka sudah menghilang dari kelas. Tepat saat itu juga bel tanda masuk berbunyi. Yabu terpaku di tempatnya.

***


Yamamoto menurut ketika Inoo menarik tangannya keluar dari kelas. Ia lelah untuk berusaha kuat. Pada akhirnya ia akan tumbang jika melihat sikap Yabu—orang yang sangat ia sayangi—bersikap cuek padanya. Seolah-olah keberadaannya sirna. Sungguh, ia paling tak tahan terhadap sikap Yabu yang seperti itu. Dimana ia selalu menemukan Yabu sebagai pribadi yang menyenangkan dan jahil. Sesaat ia merasa kehilangan Yabunya itu.

“Nah, menangislah sepuasmu sekarang”

Suara Inoo membuat Yamamoto mendongak. Sedari tadi ia tidak memperhatikan jalan ketika Inoo menyeretnya keluar kelas.

Tepat di belakang sekolah. Dan entah kenapa seperti kehilangan tenaga, Yamamoto berjongkok di atas rumput. Menenggelamkan wajahnya dalam-dalam ke dalam rengkuhan kedua tanagnnya.

Inoo memandang miris, ikut berjongkok di hadapan Yamamoto. Mengusap lembut pundak cewek itu. Berusaha memberikan kekuatan agar cewek di depannya ini tak menangis lagi.

“Tolong… Jangan bertanya apapun. Tolong…” Yamamoto memohon dengan suara parau, serak bercampur tangisan.

Inoo tak kuasa menahan egonya untuk memeluk Yamamoto. Maka dipeluknya tubuh kecil itu, ditenggelamkannya dalam rengkuhan tangannya. Mengusap kepalanya lembut dan mengecup keningnya.

“Daijoubu, Yuuri” Inoo berujar pelan.





“YUURI??”

Suara bariton itu memecah kesunyian.

Yamamoto dan Inoo menoleh bersamaan ke arah sumber suara. Mendapati Yabu terengah-engah menahan napasnya yang tersengal-sengal. Membuktikan bahwa cowok itu berlari mencari mereka.

Inoo berdiri canggung, “Ah, Yabu…kau—“

“Yuuri? Kau panggil dia Yuuri?” Yabu mengulangi pertanyaannya. Matanya menyiratkan kemarahan yang amat besar. Tapi tampaknya ia lumayan bisa mengontrol emosinya.

“Ah, itu—“

“Dan sejak kapan kau bisa memeluknya begitu?! Dan kenapa kau menciumnya??” Yabu berteriak marah. Ditatapnya Inoo dengan mata elangnya yang tajam, lalu bergantian menatap Yamamoto yang tertunduk pasrah.

Yabu berjalan mendekat, ia berdiri tepat di hadapan Yamamoto. “Dan kau? Begitu tingkah lakumu terhadap temanmu? Intim sekali”

Yamamoto mendongak menatap Yabu, matanya basah. Ia menangis tanpa suara. Tatapannya tampak memohon. Entah memohon apa ia sendiri juga bingung.

“Inikah arti dari 3 tahun kebersamaan kita? Begitu kah?” Kini suara Yabu terdengar seperti eluhan. Ia mengeluarkan suaranya lemah. Menatap Yamamoto miris. Tak sanggup mendengar pernyataan Yamamoto yang mungkin akan merobek ulu hatinya.

Yamamoto menggeleng pelan, suaranya kacau karena sama sekali tak bisa keluar.

“Lalu apa? Kau lebih memilihnya kan? Iya kan?” Yabu berteriak frustasi.

Yamamoto kembali menggeleng—agak keras.

“Katakan sesuatu! Jangan membuatku seperti ini. Kumohon…”

Yabu mulai kehilangan keseimbangannya. Memang sejak tadi pagi ia merasa tubuhnya lebih lemah. Ia tak bersemangat melakukan apapun. Ditambah dengan berlari menyusuri seluruh area sekolah mencari keberadaan Yamamoto dan Inoo. Tenaganya benar-benar terkuras. Terlebih lagi ia tak makan malam kemarin, apalagi sarapan. Sungguh, keadaannya sangat tak memungkinkan untuk adu mulut dengan Yamamoto saat ini juga. Belum lagi adu jotos dengan Inoo. Ia merasa—entah kenapa—harus memberi pelajaran terhadap cowok itu karena telah seenaknya memanggil nama kecil Yamamoto, memeluknya, dan menciumnya. Ugh!

Yabu menyandarkan sebelah tangannya ke tembok. Berusaha menahan berat tubuhnya yang sudah mulai oleng. Sekali-kali ia mengerjapkan kedua matanya, memastikan kesadarannya sendiri.

Yamamoto mendekati cowoknya, sedikit mengkhawatirkan keadaan Yabu yang wajahnya pucat—sejak tadi—terlebih lagi keringat mulai bercucuran dari pelipisnya.

“Yabu, daijoubu?” Yamamoto bertanya pelan. Ekspresi khawatir terlihat jelas di wajahnya. Cewek iru menggigit bibirnya, matanya kembali panas.

Yabu mendongak, mengatur napasnya yang ngos-ngosan. Keringatnya menetes tanpa ampun. Ia dapat merasakan badannya yang basah oleh keringat, di satu sisi ia merasa sangat kedinginan. Pandangannya mulai kabur perlahan, tapi ia buru-buru menggeleng. Mencoba terlihat baik-baik saja.

“Yabu, kau kenapa?” Yamamoto bersuara, kembali serak. Ia memegang bahu cowoknya lembut.

Yabu diam dalam keadaannya sendiri. Sungguh, tubuhnya terasa lemah bahkan hanya untuk sekedar berbicara. Maka ia hanya bisa memandang Yamamoto pasrah. Ia pasrah jika Yamamoto lebih memilih Inoo dibandingkan dengan dirinya.

Diam-diam Yabu meruntuki dirinya sendiri, kenapa disaat-saat seperti ini tubuhnya malah melemah. Kenapa harus hari ini? Disaat ia tengah bertengkar dengan Yamamoto.

Sementara Yabu sibuk dengan pikirannya sendiri, Yamamoto mulai tidak bisa mengontrol emosinya ketika melihat Yabu merosot duduk lemas. Sekuat tenaga ia berusaha menopang tubuh kurus itu. Menarik kepala pacarnya dalam dekapannya. Mengusap rambutnya lembut.

Ia merasa sangat bersalah.

Di lain pihak, Inoo Kei membatu di tempatnya. Ia menggeleng lemah. Merasa tak ada ruang secuilpun di hati Yamamoto untuknya, maka ia memutuskan untuk menyerah. Bukan karena ia pengecut dan tidak tahu yanag namanya berusaha. Tapi ia sangat tak sanggup menyusup masuk ke dalam lebih jauh. Dimana ruang tresebut telah mereka—Yamamoto dan Yabu—bangun sejak 3 tahun yang lalu. Di dasar hatinya masih ada perasaan bersalah ketika ia mencoba mengambil kesempatan disaat Yamamoto lengah, disaat Yabu pun lengah.
Inoo menunduk dalam. Sebelah hatinya ragu untuk berpaling, tapi sebagian besar lainnya memaksa untuk keluar dari area terlarang ini. Bimbang. Inoo hendak melangkah pergi.

“YABUUUUU!”

Teriakkan Yamamoto sukses membuatnya kembali balik badan. Menatap terkejut pada sosok tirus yang tergulai lemas bersandar tembok.

Secepat kilat tanpa berpikir panjang, Inoo kembali pada kedua temannya.

***


Yabu membuka matanya. Samar ia mendengar suara Ibunya tengah berbicara dengan seseorang. Ia tak yakin siapa teman bicara Ibunya. Alat indranya belum cukup untuk menangkap rangsangan apapun dari luar. Syaraf-syaraf otaknya belum mampu mengirimkan impuls dengan sempurna ke dalam kepalanya. Sedikit ia mengingat, ia sedang berbicara dengan Yamamoto di belakang sekolah. Ia menyender pada tembok dan setelah itu ia sendiri tak tahu apa yang terjadi. Ketika bangun pun ia sudah berada di sini—Yabu memandang berkeliling, tidak menyadari dimana dirinya sendiri. Sebuah ruangan rumah sakit. Bau obat dan antiseptik yang teramat tajam menusuk lubang hidungnya yang kecil. Entah kenapa Yabu merasa mual.

“Kaa-san…” Yabu memanggil lemah.

Ibunya menoleh cepat, tersenyum mendapati anaknya sudah membuka matanya. Ia berjalan mendekat, diikuti oleh seseorang di sebelahnya. Ternyata seorang dokter.

“Kou, kau sudah bangun? Bagaimana perasaanmu?” Ibunnya membelai rambut Yabu lembut.

Yabu hanya tersenyum kecil. Sedikit lega melihat Ibunya ketika ia bangun. Pada saat itu juga dokter mengatakan bahwa lambungnya terluka cukup parah, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit ini untuk beberapa hari. Yabu mengeluh, ia paling tak suka dengan suasana rumah sakit.

Ah, kenapa pula dirinya musti tumbang disaat yang tak tepat begitu sih. Disaat ia dan Yamamoto sedang bertengkar. Disaat—

…Yamamoto ya?

Kemana dia? Kenapa tidak ada di sini? Yabu bertanya dalam hati. Hatinya tergelitik untuk mengetahui dimana pacarnya sekarang. Mungkin sedang bersama Inoo? Itu hal yang mungkin terjadi kan? Atau mungkin mereka sudah—

Yabu menggeleng lemah.

Ia tak akan sanggup memikirkan hal menyebalkan itu.

“Kou…” Ibunya masuk kembali ke dalam setelah mengantar dokter keluar ruangan, kepala Ibunya menyembul dari bilik pintu. “Ada yang mau menemuimu”

Yabu memicingkan matanya, melihat lebih dekat siapa yang masuk ke dalam ruangan dengan wajah menunduk.

“Ya-chan?”

***


Yabu memandang Yamamoto serba salah. Antara salah tingkah, bingung ataupun rindu. Ia hanya diam karena Yamamoto juga diam. Cewek itu tertunduk, seperti merancang sesuatu untuk dibicarakan. Dalam hati ia juga tak tenang mendapati Yabu hanya diam saja.

Yamamoto mendongak tiba-tiba, membuat Yabu blushing.

“Daijoubu?” Tanya cewek itu pelan. Tersenyum kaku.

Ragu, Yabu menatap mata itu. “Un!” Jawabnya singkat.







“Mana Inoo?”

Baka! Kenapa aku bertanya tentang Inoo?! Runtuk Yabu dalam hati. Bukankah bagus Yamamoto datang sendiri? Ah, bodohnya kenapa ia berpikir seperti itu.

Yamamoto melengos, menghela napas pelan. Bingung mengapa Yabu bertanya tentang Inoo. Ia menaikkan pundaknya, menjawab partanyaan Yabu. Tanda ia tak tahu dimana keberadaan Inoo.

“Sou ka…”

“Kenapa?” Yamamoto bertanya lemah. Frustasi menghadapi tingkah Yabu.

“Eh?”

Yamamoto tak habis pikir, mengapa Yabu jadi tidak peka begitu. Kenapa ia tidak bisa melihat situasi sekarang? Kenapa cowok itu—

Kesal, Yamamoto menitikkan air mata. Ia bingung bagaimana cara menghadapi cowok keras kepala ini.

“Eh? Kok nangis? Kenapa?” Yabu panik sendiri mendapati mata Yamamoto basah. Ia menangis tanpa suara.

“Kenapa kau menanyakan Inoo? Kenapa kau malah membicarakannya sih?” Suara Yamamoto terdengar mengeluh. ia kesal kenapa Yabu malah membicarakan Inoo. Yah, meskipun mesalah mereka tertuju pada cowok itu.

Yabu mengangkat kedua alisnya, “Maksudmu?”

Yamamoto menatap langsung ke mata Yabu, “Harusnya aku yang bertanya apa maksudmu?
Kenapa kau menanyakan keberadaan Inoo? Kau menyukainya?”

Sekarang kedua alis Yabu mengkerut bingung, “Aku? Menyukai Inoo? Kau gila! Mana—“

“Lalu?” Yamamoto memotong kata-kata Yabu, “Berhenti membicarakannya kalau begitu!”

Yabu mulai tersenyum, mengerti kemana arah pembicaraan Yamamoto. Ia geli sendiri melihat Yamamoto kesal. Wajahnya merah padam.

“Kenapa kau tersenyum?” Tanya Yamamoto galak.

Tawa Yabu makin keras. Cengiran luar biasa imutnya keluar begitu saja.

“Jadi, kau benar-benar tidak ada hubungan apapun dengan Inoo?” Yabu memastikan, ditatapnya Yamamoto lekat-lekat.

Yamamoto kembali melengos, “Kapan aku bilang aku ada apa-apa dengannya?”

“Lalu, pelukan tadi?”

Yamamoto menoleh cepat, “Nanti Inoo yang akan menjelaskan padamu. Aku juga nggak tahu. Mungkin dia hanya mau menghiburku, karena PACARKU sendiri nggak percaya padaku.
Mungkin juga—“

Tanpa ampun, Yabu langsung menarik Yamamoto ke dalam pelukannya. Mencium rambut cewek itu, merasakan wanginya lewat aroma shampoonya yang khas. Yamamoto membalas pelukan Yabu, diam-diam ia tersenyum senang.

“Ahh, sudah lama ya kita nggak begini?” Yabu berkata pelan, berbisik di telinga Yamamoto.

Yamamoto hanya mengangguk pelan. Ia sangat merindukan dekapan hangat Yabu. Beberapa hari ini, ia sangat kesepian.

Yabu mendorong wajah Yamamoto pelan, kemudian mencium bibirnya lembut. Wajah Yamamoto menjauh sedikit, memberikan senyum termanisnya. Lalu ia mencium bibir Yabu lagi.

“Ehem! Bisa nggak sih kalian nggak berbuat mesum di rumah sakit?”

Yabu dan Yamamoto menoleh bersamaan. Mendapati Inoo berdiri di ambang pintu dengan wajah merah padam.

Yabu hanya tersenyum jahil, sedangkan Yamamoto menunduk saking malunya.

“Inoo, lihat ini!” Yabu berkata cepat, dan sedetik kemudian Yabu kembali menarik wajah Yamamoto dan mencium bibirnnya lagi. Yamamoto melotot, ia menepuk-nepuk dada Yabu pelan.

Sedangkan Inoo hanya terdiam di tempat. Tak menyangka melihat adegan ini lagi.

Yabu melepas ciumannya, “Ini hukuman karena kau memeluk dan mencium pacarku tadi!” Kemudian ia tertawa keras.

Inoo geram dipermainkan seperti itu, ia tahu kalau Yabu hanya bercanda. Tapi ia juga agak jengah melihat adegan mesra itu.

“Oke, aku akan beritahu Ibumu Yabu!” Inoo membuka pintu ruangan lebar-lebar, “OBA-SAN! ANAKMU BERCIUMAN DI RUMAH SAKIT NIH! LIHATLAH KELAKUAN BEJAT ANAKMU!”

“HEY! URUSAI!” Yabu ikut berteriak panik.

Yamamoto hanya tertawa melihatnya.

Akan sangat menyusahkan kejadian selanjutnya, ketika sang Ibu menghampiri anak tunggalnya dengan wajah merah.

***

END


Ahhhh~ kepanjangan kan?
Panjang kan?
Puas dong?
Oke, sekuel sekian.
Gak ada sekuel sekuelan lagi..
Nyahahaha XDD

Label: , , , ,



3 Komentar:

Blogger minkyachan mengatakan...

dan...

saya sudah lama baca dan saya pun baru komen sekarang...*ceburin ke jurang*

begini y mbak deya..
WHY MUST INOO???
saya g pnah tmenann ama yg namanya inoo...
wkwkwkwk..*dibunuh pita*

and gw kok kesannya lola gt y??
*plak*

serasa masih kurang panjang ye...
hehe,,maapin aye yang g pernah puas ini mbak!!hehe..

arigatoouuu...nagareru itsutsu no merodii...

okehh,,kga da sekuel lagi y..saya nanti fic mu yg laen aja mbak!

teruslah berkarya!!*hoeekk*

6 Agustus 2010 pukul 20.00  
Blogger deya_daisuke mengatakan...

gw juga baru baca~
kenapa inoo?
kenapa inoo?

entah deh kenapa inoo.
hahahaa
yauda nikmati aja ya bebiiii~
heheee

12 Agustus 2010 pukul 20.55  
Blogger minkyachan mengatakan...

hmmm..

kok lo baru baca??
mksudnya gmn??

sudah gw nikmati kok de~~
saya puasss nyuu..
sakyu very much dayoo..
hehehehe

klo lo mw dibuatin ffc ma gw..
bilang aja ye..
itung" balas jasa..*g menemukan bahasa yg tepat*

hehe..
tapi gw gtw kapan bisa slesenya..
dan ridho lo mw dipairingin ama sapa aja..*nangis air*

i'll pay with a lot of CHUU~~
*muntah 5 karung*

16 Agustus 2010 pukul 06.26  

Posting Komentar

home